Stres
Stres adalah kondisi tubuh sebagai respon terhadap suatu ancaman tertentu
sehingga tubuh melakukan penyesuaian terhadap kondisi tersebut. Selama proses
penyesuaian terhadap kondisi stres terjadi perubahan fisiologis dan tingkah laku
hewan sampai proses adaptasi tercapai. Stres dapat dibagi menjadi dua bentuk
yaitu stres akut dan stres kronis. Stres akut adalah stres yang muncul cukup kuat,
tetapi dapat menghilang dengan cepat, terutama jika penyebab stres dihilangkan.
Stres kronis adalah stres yang tidak terlalu kuat, tetapi dapat bertahan lama sampai
berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan (NSC 2004).
Stres (misalnya akibat trauma, infeksi, peradangan atau kerusakan
jaringan) akan memicu impuls saraf ke hipotalamus. Hipotalamus akan
melepaskan hormon pelepas kortikotropin (corticotropin-releasing hormone)
yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar pituitari
anterior (adenohipofise). Kelenjar pituitari anterior akan dirangsang untuk
melepaskan adrenocorticotropin hormone (ACTH). ACTH akan bersirkulasi di
dalam darah menuju kelenjar adrenal yang berfungsi untuk mensekresikan
glukokortikoid. Zona fasikulata dan zona retikularis lebih sensitif terhadap ACTH
untuk menghasilkan glukokortikoid dibandingkan dengan zona glomerulosa yang
menghasilkan mineralokortikoid. Glukokortikoid inilah yang mengakibatkan
peningkatan persediaan asam amino, lemak, dan glukosa dalam darah untuk
membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres dan menstabilkan
membran lisosom untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Frandson 1992).
Stres pada hewan dapat diukur melalui rasio neutrofil/limfosit (N/L).
Kannan
et al. (2000) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah neutrofil
dan penurunan jumlah limfosit pada kambing yang mengalami stres akibat
transportasi. Rasio N/L lebih tinggi setelah proses transportasi dibandingkan
sebelum proses transportasi. Rasio N/L normal pada kambing adalah 1,5 namun
pada kambing yang mengalami stres akibat transportasi dapat mencapai 2,7.
Penelitian yang dilakukan oleh Ambore et al. (2009) menunjukkan adanya
peningkatan neutrofil pada kambing setelah proses transportasi dan terjadi
eosinopenia. Hal ini diduga merupakan respon dari kortisol di dalam darah.
Kannan et al. (2000) juga menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
tidak menunjukkan adanya penurunan jumlah eosinofil dan monosit selama
transportasi. Perubahan rasio N/L tidak hanya terjadi pada hewan yang mengalami
stres transportasi, tetapi juga pada hewan yang dikandangkan di tempat
penangkaran. Penelitian yang dilakukan oleh Maheshwari (2008) terhadap Owa
Jawa di tempat penangkaran menunjukkan adanya gambaran rasio N/L yang
relatif tinggi. Hal ini diduga bahwa Owa Jawa tersebut berada dalam keadaan
tercekam, kemungkinan karena perlakuan pada saat penangkapan atau pembiusan.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai Agustus 2011 di
Laboratorium Fisiologi, Bagian Fisiologi dan Farmakologi Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Farmakologi dan di Unit Reproduksi dan Rehabilitasi (URR)
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan-
Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Hewan Coba
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat ekor
kerbau lumpur (
Bubalus bubalis) betina berumur 2 sampai 2,5 tahun.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah syringe/spuit steril, jarum
ukuran 18G, tabung darah, gelas objek, gelas penutup, kamar hitung
(hemocytometer), pipet leukosit, label, mikroskop, dan counter. Bahan yang
digunakan adalah darah, antikoagulan Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
(EDTA), tissue, alkohol 70%, kapas, methanol, minyak emersi, pewarna Giemsa
10%, dan larutan Turk.
Metode Penelitian
Tahap Persiapan
Kerbau lumpur diadaptasikan selama dua minggu sebelum dilakukan
pengambilan sampel darah. Masing-masing kerbau dipelihara di dalam kandang
berukuran 2x2,5 meter, diberi pakan rumput dan air minum ad libitum. Kerbau
juga diberi obat cacing albendazol dan diberi vitamin B-kompleks untuk menjaga
kondisi kerbau agar tetap optimal.
Pengambilan Darah Kerbau
Pengambilan darah kerbau dilakukan setiap dua hari sekali pada pagi hari
pukul 07.00 WIB di URR. Darah diambil menggunakan spuit steril dan jarum