TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kerbau
Menurut Bhattacharya (1993), semua kerbau domestik diduga berevolusi
dari arni ( Bubalus arnee) yaitu kerbau liar dari India yang masih dijumpai di
hutan-hutan di daerah Assam. Domestikasi kerbau sudah terjadi sejak lama dan
tidak diketahui pasti kapan terjadinya. Namun, penemuan-penemuan arkeologis di
India menyatakan bahwa kerbau didomestikasi sekitar 4500 tahun yang lalu.
Berdasarkan tipe habitatnya, kerbau dibedakan menjadi kerbau sungai (river
buffalo) dan kerbau lumpur (swamp buffalo). Kerbau sungai lebih menyukai
berada di air yang bersih dan mengalir, sedangkan kerbau lumpur lebih suka
berada di lumpur, rawa-rawa, dan air yang menggenang (Bhattacharya 1993).
Kedua kerbau ini merupakan kerbau Asia yang didomestikasi dan memiliki
jumlah kromosom yang berbeda, yaitu 48 kromosom untuk kerbau lumpur dan 50
kromosom untuk kerbau sungai (Bahri & Talib 2008).
Kerbau tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, mulai dari populasi
terbanyak sampai terendah secara berturut-turut yaitu di Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara
Barat, Maluku, dan Papua (Ditjennak 2010). Penyebaran populasi ini merupakan
dampak dari adanya zona ideal bagi kerbau untuk dapat hidup dan beradaptasi.
Berdasarkan data statistik Direktorat Jendral Peternakan, populasi kerbau lebih
banyak terdapat di daerah pulau Sumatera yang relatif memiliki musim panas
lebih singkat dan berudara relatif lembab. Kondisi demikianlah yang menjadi
kemungkinan populasi kerbau lebih banyak terdapat di daerah Indonesia bagian
barat dari pada di Indonesia bagian timur (Bamualim & Muhammad 2008).
Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) terdistribusi di negara-negara Asia
Tenggara seperti Burma, Laos, Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, dan
Indonesia, bahkan meluas hingga ke Cina dan Assam. Kerbau lumpur merupakan
sebutan untuk semua jenis kerbau lokal yang terdapat di Asia tenggara.
Penggunaan nama kerbau lumpur ini dikarenakan di Malaysia bagian barat,
habitat alami kerbau ini adalah di lumpur. Klasifikasi dari kerbau lumpur ini (Roth
2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Subordo
: Ruminansia
Famili
: Bovidae
Genus
: Bubalus
Spesies
: Bubalus bubalis
Secara fenotip, kerbau memiliki tulang yang besar, agak kompak dengan
badan yang tergantung rendah pada kaki yang kuat dan kuku yang besar. Kerbau
tidak mempunyai glambir maupun punuk. Kerbau mempunyai tanduk yang lebih
padat dibandingkan dengan sapi, bahkan beberapa jenis dapat dibedakan melalui
bentuk tanduk yang khas (Bhattacharya 1993). Ketika lahir, kulit kerbau berwarna
abu-abu. Tanduk, kaki, dan rambut secara normal memiliki warna yang sama
dengan kulit, tetapi cenderung sedikit gelap. Pada kerbau sungai, warna rambut
biasanya hitam. Kerbau lumpur biasanya memiliki kaki yang berwarna putih atau
abu-abu terang dan garis putih atau abu-abu terang menyerupai kalung di bawah
dagu dan leher (Robbani 2009).
Tanduk pada kerbau muda tumbuh secara lateral dan horizontal,
sedangkan pada kerbau dewasa melengkung bulat membentuk setengah lingkaran.
Tanduk kerbau memiliki ciri-ciri umum melingkar, lebih padat dari tanduk sapi,
terdapat gelang-gelang tanduk dan warna hitam. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Robbani (2009), terdapat dua bentuk tanduk kerbau yang dapat
ditemukan di daerah Kabupaten Bogor, yaitu melingkar ke belakang dan
melingkar ke bawah. Bentuk tanduk yang dominan di daerah tersebut adalah
melingkar ke belakang. Namun, di daerah Tapanuli Selatan dominan ditemukan
tanduk melingkar ke atas. Selain tanduk, ciri yang khas pada kerbau adalah
unyeng-unyeng (whorls). Unyeng-unyeng merupakan garis tanda pada rambut
kerbau yang umumnya berbentuk melingkar-lingkar dan semakin terpusat.
Unyeng-unyeng dapat ditemukan di bagian kepala, dada, pinggul dan perut
(Robbani 2009).
Kerbau merupakan hewan tropik yang memiliki daya tahan rendah
terhadap panas. Oleh karena itu, kerbau lebih suka berkubang dan sebaiknya
berada di daerah dengan suhu relatif rendah. Hasil penelitian menyatakan bahwa
zona paling ideal bagi kerbau untuk bermukim yakni pada kisaran suhu 16
o
-24
o
C,
dengan batas toleransi 27,6
o
C. Suhu tubuh kerbau dalam kisaran normal 37,4
o
-
37,8
o
C, pulsus jantung 38,6-44,7 kali/menit, dan respirasi 25,6-29,4 kali/menit
(Bamualim & Muhammad 2008). Adaptasi kerbau lumpur terhadap panas lebih
rendah dibandingkan dengan kerbau sungai. Kerbau lumpur membutuhkan air
yang lebih banyak dan tidak terbatas untuk mempertahankan agar dirinya tetap
sejuk. Kerbau memiliki kulit yang gelap dan rambut yang jarang, sehingga
absorbsi panas pada tubuhnya akan lebih besar. Kemampuan evaporasi
pendinginan dari tubuh kerbau kurang efisien dikarenakan kemampuan
berkeringat yang rendah. Oleh karena itu, kerbau yang dipekerjakan di bawah
sinar matahari langsung akan menunjukkan tanda-tanda sakit. Jika dibandingkan
dengan sapi, kemampuan adaptasi kerbau terhadap panas memang lebih baik,
namun pada kondisi dingin sapi mampu beradaptasi lebih baik (Bhattacharya
1993).
Perbedaan yang cukup mencolok antara kerbau dan sapi dapat dilihat dari
tingkat efisiensi pakan. Kerbau dapat bertahan hidup dengan kondisi pakan yang
berkualitas rendah. Kelebihan ini dapat menjadi keuntungan bagi peternak karena
dengan input yang rendah dapat menghasilkan output yang tinggi. Kerbau juga
memiliki daya adaptasi yang besar, misalnya pada kondisi dimana terdapat banyak
jerami atau rumput air yang tidak dimakan oleh sapi, maka kerbau akan tetap
memakan pakan tersebut. Pada kondisi seperti ini, sapi akan memburuk
kondisinya, sedangkan kerbau dapat terus bertahan (Bhattacharya 1993).
Darah
Darah merupakan elemen paling penting bagi makhluk hidup tingkat
tinggi. Darah terdiri atas cairan dan padatan dengan perbandingan 55% cairan dan
45% padatan. Bentuk cairan disebut plasma yang terdiri atas air, protein,
elektrolit, gas terlarut, zat makanan (nutrien), hormon, dan produk sisa (waste
product). Bentuk padatan terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
Dostları ilə paylaş: |