Neutrofil diproduksi di sumsum tulang. Neutrofil yang keluar dari sumsum
tulang akan bersirkulasi dalam pembuluh darah selama 6 sampai 14 jam sebelum
bermigrasi ke jaringan untuk melakukan tugasnya selama periode tertentu. Dalam
keadaan sehat, hanya neutrofil dewasa yang bersirkulasi dalam sirkulasi. Neutrofil
yang belum matang secara normal berada di dalam sumsum tulang, tetapi dapat
dilepaskan ke sirkulasi selama respon granulositik terhadap suatu penyakit
(Dellmann & Eurell 1998). Neutrofil merupakan garis pertahanan utama terhadap
adanya benda asing yang masuk ke jaringan tubuh. Kemampuan neutrofil untuk
menuju ke jaringan tubuh dipengaruhi oleh agen kemotakrik (Samuelson 2007).
Pada daerah yang terinfeksi, neutrofil akan memfagosit benda asing secara aktif
dan mencernanya dengan bantuan enzim lisosom. Kemampuan neutrofil untuk
memfagosit benda asing terbatas, sehingga ada saatnya neutrofil menghancurkan
diri melalui autolisis. Neutrofil terdestruksi dan mengeluarkan zat-zat hasil
degradasi ke dalam jaringan yang kemudian akan diangkut oleh limfe (Frandson
1992). Neutrofil memiliki metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis baik secara aerob dan anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam
lingkungan anaerob sangat menguntungkan karena dapat membunuh bakteri dan
membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Efendi 2003).
Jumlah neutrofil meningkat pada kejadian infeksi, peradangan atau pun
stres. Contoh adanya peningkatan jumlah neutrofil yaitu pada domba priangan
yang mengalami stres transportasi. Peningkatan jumlah neutrofil terjadi pada jam
ke-8 sampai dengan ke-12 dan mencapai puncak stres pada jam ke-12 setelah
transportasi (Satyaningtijas et al. 2010). Di sisi lain, neutrofil pun dapat berkurang
jumlahnya akibat infeksi yang mengganggu atau menyebabkan destruksi leukosit
secara umum, seperti pada kasus theileriosis (Mahmmod et al. 2011).
Eosinofil
Jumlah eosinofil berkisar antara 3 sampai 9% dari jumlah total leukosit.
Inti sel memilki 2 sampai 3 segmen. Eosinofil memiliki granul yang bersifat
eosinofilik sehingga ciri ini masih menjadi karakter morfologi untuk membedakan
eosinofil dengan jenis leukosit yang lain. Hal ini tidak menutup kemungkinan
bahwa masih terdapat beberapa variasi granul antar jenis hewan. Hewan
ruminansia dan babi memiliki granul dominan berwarna orange terang daripada
merah, sedangkan granul pada eosinofil anjing berwarna pinkish atau orange
muda (Dellmann & Eurell 1998). Sama halnya seperti neutrofil, eosinofil juga
memiliki dua tipe granul yaitu granul azurofilik dan granul spesifik. Granul
azurofilik lebih banyak terdapat pada saat proses perkembangan sel di sumsum
tulang. Setelah dewasa, granul azurofilik akan digantikan oleh granul spesifik.
Granul spesifik berbentuk bulat atau persegi panjang tergantung jenis hewan.
Selain granul, sitoplasma eosinofil juga terdiri atas polisom, retikulum
endoplasma kasar, mitokondria yang menyebar, dan apparatus Golgi (Samuelson
2007).
Gambar 2 Eosinofil (Hoffbrand 2006)
Eosinofil merupakan sel fagositik lain yang aktif dan tergantung pada
respirasi anaerob untuk memperoleh energi. Target fagositosis eosinofil berbeda
dengan neutrofil. Eosinofil berperan dalam memakan kompleks antigen-antibodi,
tetapi tidak memakan dan menghancurkan mikroorganisme. Eosinofil tidak
mempunyai lisosom yang cukup, seperti yang dimiliki granul neutrofil, untuk
membunuh bakteri. Namun, granul eosinofil memiliki protein kationik yang dapat
membunuh parasit cacing secara efektif (Samuelson 2007; Akers & Denbow
2008).
Membran sel eosinofil dapat berikatan dengan leukotrin, histamin, dan
eosinophil chemotactic factor (ECF), yang dapat membawa eosinofil menuju ke
lokasi peradangan, invasi cacing, atau reaksi alergi. Ketika sampai ke lokasi,
eosinofil akan melepaskan protein kationik yang akan membunuh cacing, atau
memakan kompleks antigen-antibodi dan melepaskan substansi yang dapat
mengontrol respon peradangan (Samuelson 2007). Jadi, keadaan peningkatan
jumlah eosinofil (eosinofilia) terjadi jika terdapat parasit cacing, peradangan, atau
alergi. Sebaliknya, penurunan jumlah eosinofil dapat terjadi jika terdapat parasit
darah sepert Theileria annulata. Berdasarkan penelitian Mahmmod et al. (2011),
infeksi Theileria annulata pada kerbau sungai menyebabkan jumlah eosinofil
atau leukosit secara umum akan menurun karena destruksi leukosit yang terdapat
pada kelenjar limfoid dan organ lainnya.
Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit ditemukan di dalam
darah, yaitu sekitar 0 sampai 3% dari jumlah total leukosit. Basofil memiliki
nukleus yang bervariasi, misalnya pada satu contoh memiliki segmen yang jelas
namun pada contoh lain memiliki dua lobus yang sederhana. Pada hewan,
misalnya kuda, nukleus tertutupi oleh granul sehingga sulit untuk melihat bentuk
nukleus (Samuelson 2007).
Basofil memiliki granul yang berwarna biru jika diberi pewarnaan Giemsa.
Sama halnya seperti neutrofil dan eosinofil, basofil juga memiliki granul
azurofilik dan granul spesifik. Granul yang paling banyak adalah granul spesifik
yang terletak di sitoplasma, bersama dengan organel sel lain seperti retikulum
endoplasma kasar, mitokondria, dan aparatus Golgi. Basofil juga mengandung
substansi yang terdapat pada sel mast, seperti heparin, histamin, dan eosinophilic
chemotactic factor (ECF). Ukuran granul bervariasi tergantung jenis hewan.
Anjing memiliki jumlah basofil yang sedikit dan ukuran lebih besar dibandingkan
pada hewan lain, khususnya kuda dan sapi (Samuelson 2007).
Gambar 3 Basofil (Hoffbrand 2006)
Dostları ilə paylaş: |