8 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)
meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin,
yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi
tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel
otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi
glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam
lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA
akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal
sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 9
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja
ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi
dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di
dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan
HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon
atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-
4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram
glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini
akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang
10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi
gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal
sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah
salah satu contoh obatnya.
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada
individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru
meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di
otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin
dan bromokriptin.
10 |
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
II.3 Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM
Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut
§
Autoimun
§
Idiopatik
Tipe 2
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin
Tipe lain
§
Defek genetik fungsi sel beta
§
Defek genetik kerja insulin
§
Penyakit eksokrin pankreas
§
Endokrinopati
§
Karena obat atau zat kimia
§
Infeksi
§
Sebab imunologi yang jarang
§
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
Diabetes
mellitus
gestasional
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015
| 11
III. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
III.1 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah
vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 3.KriteriaDiagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.(B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). (B)
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi
standard NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi
terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Dostları ilə paylaş: |