5
*) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan,
Vol. 6, No. 1 (2017)
per satuan panjang) yang berbanding lurus
dengan frekuensi.
2.4.2 Karakteristik Morfologi Membran
SEM (Scanning Electron Microscopy)
digunakan untuk menganalisa morfologi
membran. SEM yang digunakan yaitu jenis
JEOL JSM-6510LA SEM, Jepang. Prinsip
kerja SEM dimulai pada berkas elektron
primer dengan energi kinetik 1-25 kV yang
mengenai
sampel
membran.
Setelah
mengenai membran, elektron tersebut
direfleksikan atau dipancarkan. Elektron
yang direfleksikan ini disebut dengan
elektron sekunder yang akan muncul dan
menentukan image yang teramati pada layar
micrograph pada alat SEM (Mulder, 1996).
3.Hasil dan Pembahasan
3.1Karakteristik Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif yang digunakan pada
penelitian ini adalah limbah radioaktif
mengandung
cesium,
stronsium,
dan
polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH).
Penentuan ketiga unsur tersebut mengacu
pada penelitian Ding dkk. (2015) yang
menguji rejeksi kadar cesium dan stronsium
pada limbah radioaktif menggunakan
membrane reverse osmosis dan penelitian
Tikilili dan Chirwa (2009) dengan
mendegradasi kadar organik PAH limbah
radioaktif
dalam
bentuk
naphthalene
menggunakan pengolahan biologis.
Limbah yang digunakan pada penelitian ini
merupakan limbah sintetis yang pembuatan
dan penentuan konsentrasinya mengacu
pada penelitian Dang dkk. (2015) yang
mana unsur Cs dan Sr terbentuk dalam
senyawa CsCl dan Sr(NO
3
)
2
serta memiliki
kandungan Cs dan Sr masing-masing 1000
µg/L. Sedangkan untuk pembuatan PAH
dengan konsentrasi 10 mg/L dalam bentuk
naphthalene mengacu pada Lower (1999).
3.2 Pengujian Rejeksi Limbah Radioaktif
Pengujian kinerja membrane dilakukan
dengan pengukuran fluks dan rejeksi. Fluks
didefinisikan sebagai aliran permeat yang
teralirkan setelah melewati membrane. Fluks
banyak dipengaruhi oleh temperatur dari
umpan dan standar temperature dalam
pengukuran fluks yaitu 25
0
C yang berguna
untuk menjaga viskositas dari umpan yang
masuk ke dalam membrane. Untuk
mendapatkan nilai fluks pada larutan umpan,
dilakukan perbandingan antara nilai fluks
awal (J
0
) dengan nilai fluks pada larutan
umpan (J) sehingga didapatkan normalitas
fluks (J/J
0
). Nilai J
0
merupakan nilai yang
merepresentasikan
fluks
dari
umpan
aquades. Pada perhitungan normalitas fluks,
nilai J
0
mutlak dianggap 1 karena pengujian
J
0
yang menggunakan aquades merupakan
pengujian umpan tanpa kontaminan (fresh
water), yang kemudian akan dijadikan
pembanding pada penghitungan normalitas
fluks umpan sesungguhnya (J). Nilai J
merupakan representasi fluks
umpan
sesungguhnya. Analisa fluks dilakukan pada
pengoperasian membrane untuk mengetahui
tingkat fouling terhadap kinerja membrane.
Mengacu Yeong dkk. (2003) uji fluks pada
filtrasi umpan dilakukan selama 120 menit
dikarenakan
fluks
permeat
memiliki
stabilitas yang tinggi pada rentang waktu
tersebut dan akan mengurangi penurunan
fluks permeat secara signifikan.
Menurut Yusmaydianti (2015), apabila
dihasilkan nilai fluks (J/J
0
) sebesar 0,90
(90%),
artinya
membrane
mampu
meloloskan umpan sebesar 90% dan sudah
mengalami fouling sebesar 10%. Dapat
disimpulkan bahwa nilai fluks yang paling
baik adalah yang paling mendekati dengan
nilai J
0
yaitu 1, karena dapat diindikasikan
bahwa tingkatan fouling yang terjadi masih
sedikit sehingga kinerja membrane masih
dapat bertahan dalam waktu yang cukup
lama. Umpan yang digunakan pada
6
*) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan,
Vol. 6, No. 1 (2017)
penelitian
ini
yaitu
umpan
yang
mengandung cesium, stronsium, dan/atau
PAH.
Driving force yang ditentukan dalam
penelitian ini salahsatunya yaitu tekanan
operasi. Tekanan operasi ditentukan pada
titik 4, 5, dan 6 (bar). Penentuan titik
tekanan operasi ini mengacu pada kebutuhan
unit pengolahan air minum atau limbah yang
dapat mengolah debit umpan sebanyak 25-
60 m
3
/hari. Maka, tekanan operasi yang
mampu mengolah umpan dalam unit
tersebut adalah 4,5-7,5 bar. Pada rentang
tekanan operasi tersebut dapat memberikan
hasil rejeksi mencapai 99% pada proses
demineralisasi air menggunakan membrane
nanofiltrasi TS80 (Schafer, 2005).
3.3Pengaruh
pH
dalam
Limbah
Radioaktif terhadap Kinerja Membrane
Variasi pH pada penelitian ini dilakukan
pada pH asam, netral, dan basa. Pemilihan
variasi pH asam ditentukan pada pH 4,
untuk pH netral ditentukan pada pH 7, dan
untuk pH basa ditentukan pada pH 9.
Mengacu pada penelitian Ding dkk, 2015
variasi pH pada kinerja membrane reverse
osmosis menggunakan limbah radioaktif
mengandung cesium menunjukkan tingkat
rejeksi sebesar 99,74% pada pH 3 (asam)
dan
limbah
radioaktif
mengandung
stronsium menunjukkan tingkat rejeksi
sebesar 99,99% pada pH 9 (basa).
Sedangkan pada penelitian Chen dkk, 2016
dalam
pengolahan
limbah
radioaktif
menggunakan membrane reverse osmosis
dilakukan variasi pH umpan berkisar antara
pH 6-9,5 yang termasuk dalam pH netral
dan basa. Hasil rejeksi dari variasi pH 6
pada limbah mengandung cesium sebesar
91,72% dan untuk limbah mengandung
stronsium sebesar 99,61%. Kedua penelitian
diatas mendasari pemilihan variasi pH 4
(asam), pH 7 (netral), dan pH 9 (basa) dalam
penelitian ini, selain itu pemilihan pH 4
dalam kondisi asam dan pH 9 dalam kondisi
basa berfungsi untuk mengurangi hidrolisis
permukaan membrane. Dengan adanya
variasi pH pada larutan umpan, maka dapat
diketahui pula tekanan optimum untuk
pengoperasian
rejeksi
umpan
pada
membrane sesuai variasi pH yang telah
ditentukan.
Gambar 2 Kurva Fluks pada
Umpan Tunggal 1000 µg Cs/L
pada Variasi pH (a) 4 bar (b) 5 bar
(c) 6 bar
Gambar 3 Kurva Fluks pada
Umpan Tunggal 1000 µg Sr/L
pada Variasi pH (a) 4 bar (b) 5 bar
(c) 6 bar