Agroekosistem



Yüklə 0,49 Mb.
səhifə1/10
tarix30.04.2018
ölçüsü0,49 Mb.
#40732
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10


KONSEP DASAR EKOSISTEM

(smno.psdl.ppsub.2013)

Konsep Ekosistem
Suatu EKOSISTEM merupakan lingkungan biologis yang terdiri atas semua organisme hidup dalam suatu area tertentu, serta komponen abiotik dan komponen fisik dari lingkungan yang berinteraksi dengan organisme, seperti udara, tanah, air dan radiasi matahari. Ekosistem ini meliputi semua organisme dalam suatu area tertentu, berinteraksi dengan faktor-faktor abiotik ; merupakan suatu komunitas biologis dengan lingkungan fisiknya.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya (SUMBER: http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem).
Ecosystem: Complex of living organisms, their physical environment, and all their interrelationships in a particular unit of space. An ecosystem's abiotic (nonbiological) constituents include minerals, climate, soil, water, sunlight, and all other nonliving elements; its biotic constituents consist of all its living members. Two major forces link these constituents: the flow of energy and the cycling of nutrients. The fundamental source of energy in almost all ecosystems is radiant energy from the sun; energy and organic matter are passed along an ecosystem's food chain. The study of ecosystems became increasingly sophisticated in the later 20th century; it is now instrumental in assessing and controlling the environmental effects of agricultural development and industrialization. (http://www.answers.com/topic/ecosystems-1#ixzz1f2hC3okb)

Definisi Ekosistem
Sistem ekologi dapat didefinisikan sebagai suatu komunitas tumbuhan dan binatang yang saling berinteraksi beserta lingkungan abiotik atau alamiahnya. Ekosistem-ekosistem dapat dikelompokkan berdasarkan vegetasi dominannya, topography, iklim atau beberapa criteria lainnya.
Hutan boreal, misalnya, dicirikan oleh dominasi pohon konifer, padang rumput dicirikan oleh dominasi rumput, tundra Arktik ditentukan oleh zona iklim yang keras. Di sebagian besar wilayah dunia, masyarakat manusia merupakan komponen penting dan sering dominan dalam suatu ekosistem. Ekosistem tidak hanya mencakup wilayah alam (misalnya, hutan, danau, pesisir laut sistem), tetapi juga sistem binaan manusia (misalnya, ekosistem perkotaan, agroekosistem, impoundments). Populasi manusia semakin terkonsentrasi di ekosistem perkotaan, dan diperkirakan bahwa, pada tahun 2010, 50 persen dari populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan.
Suatu bentang-lahan terdiri atas mozaik ekosistem-ekosistem, termasuk kota-kota, sungai, danau, system pertanian, dsb. Batas-batas yang tepat di antara ekosistem-ekosistem tersebut seringkali sulit ditetapkan.
Suatu sistem fungsional yang meliputi komunitas ekologis organisme bersama dengan lingkungan fisiknya, saling berinteraksi sebagai satu kesatuan. Ekosistem dicirikan oleh aliran energi melalui jaring-jaring makanan, produksi dan degradasi bahan organik, dan transformasi serta siklus unsur hara. Produksi molekul organik berfungsi sebagai basis energi untuk semua aktivitas biologis di dalam ekosistem. Konsumsi tanaman oleh herbivora (organisme yang mengkonsumsi tanaman hidup atau ganggang) dan detritivores (organisme yang mengkonsumsi bahan organik mati) berfungsi untuk mentransfer energi yang tersimpan dalam molekul organik yang diproduksi melalui proses fotosintesis untuk organisme lain. Proses lain yang berhubungan dengan produksi bahan organik dan aliran energi adalah siklus unsur hara.

Semua aktivitas biologis dalam ekosistem didukung oleh produksi bahan organik oleh autotrof (organisme yang dapat menghasilkan molekul organik seperti glukosa dari karbon dioksida). Lebih dari 99% produksi autotrophic di Bumi melalui proses fotosintesis oleh tanaman, alga, dan beberapa jenis bakteri. Secara kolektif organisme ini disebut photoautotrophs (autotrof yang menggunakan energi matahari untuk menghasilkan molekul organik). Selain fotosintesis, beberapa produksi dilakukan oleh bakteri chemoautotrophic (autotrof yang menggunakan energi yang tersimpan dalam ikatan kimia dari molekul anorganik seperti hidrogen sulfida, untuk menghasilkan molekul organik). Molekul-molekul organik yang dihasilkan oleh autotrophs digunakan untuk mendukung metabolisme organisme dan reproduksi, serta membangun jaringan baru. Biomasa dalam Jaringan baru ini dikonsumsi oleh herbivora atau detritivores, yang pada akhirnya dikonsumsi oleh predator atau detritivores lainnya.


Skematik wilayah pesisir pantai yang terdiri atas beragam ekosistem
http://www.eoearth.org/files/181401_181500/181442/figure-19-2.png

Sumber: http://www.eoearth.org/article/Ecosystems_and_Human_Well-Being:_Volume_1:_Current_State_and_Trends:_Coastal_Systems



general model of energy flow through ecosystems.
Model aliran energy melalui ekosistem.

http://www.answers.com/topic/ecosystems-1#ixzz1f2eXwrp3

Ekosistem darat (terrestrial ecosystems), yang meliputi 30% permukaan bumi, menyumbangkan sekitar separuh dari total produksi global bahan organic fotosintetik—sekitar 60 × 1015 gram karbon per tahun. Lautan, yang meliputi 70% permukaan bumi menghasilkan bahan organic sekitar 51 × 1015 g C setiap tahun.
Jaring-jaring Makanan

Organisme dapat diklasifikasikan berdasarkan banyaknya transfer energy melalui jaring-jaring makanan. Produksi bahan organic secara foto-autotrofik mencerminkan transfer energy yang pertama di dalam suatu ekosistem dan diklasifikasikan denagai PRODUKSI PRIMER. Konsumsi suatu tumbuhan oleh by a herbivora merupakan transfer energi ke dua , sehingga herbivore menempati tingkat trofik ke dua, juga dikenal sebagai PRODUKSI SEKUNDER. Organiske konsumen yang merupakan transfer ke satu, dua atau tiga dari foto-autotrof dikelompokkan sebagai konsumen primer, sekunder, dan tersier. Bergerak melalui suatu jarring-jaring makanan, energy hilang selama proses transfer sebagai panas, sebagaimana dijelaskan dengan Hukum Termodinamika ke dua. Oleh karena itu, jumlah total transfer energy jarang yang melebihi empat atau lima; dengan adanya kehilangan energy selama setiap proses transfer, maka sedikit sekali energy yang tersedia untuk mendukung organism yang berada pada tingkat tertinggi dari suatu jaring-jaring makanan.


Energy flow drives the ecosystem, determining limits of the food supply and the production of all biological resources. Light energy from the sun is captured by green plants and converted to chemical energy. Energy is stored in plants as carbohydrates and used by the plant to support all functions such as vegetative growth, fruit maturation and respiration. Other organisms use and convert this chemical energy to various forms through food chains. A food chain is a succession of organisms in a community that constitutes a feeding sequence in which food energy is transferred from one organism to the next as each consumes a lower number and in turn is preyed upon by a higher number. At the bottom of the chain is a photosynthesizing plant, usually followed by an herbivore, a successions of carnivores, and finally decomposers. At each step, some of the chemical energy is assimilated and used by the organism and the rest is released in respiration and waste products”.
Jaring-jaring makanan (Food web) merupakan rantai-rantai makanan yang saling berkaitan secara “rumit” dalam suatu komunitas. Struktur trofik (Trophic structure) merupakan serangkaian keterkaitan dalam suatu jaring-jaring makanan yang mendeskripsikan transfer energy dari suatu tingkat nutritional ke tingkat berikutnya. Sasaran produksi tanaman adalah memaksimumkan energy ekosistem ke dalam hasil-panen; penggunaan energy tanaman oleh hama tidak diperlukan karena hal ini berarti mengambil energy dari produksi tanaman.

image

Dalam suatu siklus biogeokimia, unsure-unsur hara anorganik yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organism bersirkulasi dari komponen abiotik ke komponen biotic dan kembali lagi ke komponen abiotik dari ekosistem (Source Flint, M.L and P. Gouveia, 2001)

Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org/ipm/index.php/ecosystem-ecology….. diunduh 29/6/2011
image

Diagram jaring-jaring makanan dalam alfalfa. Setiap tanda panah mencerminkan transfer makanan, atau energy dari satu organism ke organism lainnya. Jaring-jaring menjadi lebih kompleks kalau semakin banyak spesies yang dimasukkan ke dalam system. (Flint, M.L. and P. Gouveia. 2001).

Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org/ipm/index.php/ecosystem-ecology….. diunduh 29/6/2011


Organisme hidup membentuk jaring-jaring makanan

Organisme yang hidup di dalam suatu agroekosistem merupakan komponen biotik. Organisme dapat dianalisis sebagai jaring makanan yang mencerminkan transfer material dan energi dari satu kelompok organisme kepada kelompok organism yang lain . Untuk analisis jaring makanan , organisme dikelompokkan menurut fungsinya dalam aliran energi dan hara, dan bukan klasifikasi menurut genus dan spesiesnya. Semua tanaman dalam suatu agro-ekosistem membentuk produsen primer dan menjadi dasar dari jarring-jaring makanan. Tanaman menangkap energi matahari melalui daun dan dikombinasikan dengan air dan hara dari tanah dan karbon dioksida dari udara menghasilkan bahan biomasa tanaman . Organisme tingkat berikutnya adalah herbivora yang hidup dari hara dan energi yang dihasilkan oleh tanaman atau produsen primer lainnya. Banyak jenis organisme dapat bertindak sebagai herbivora, seperti burung , serangga , nematoda , jamur , bakteri dan virus. Selanjutnya, energi dan hara dalam herbivora dieksploitasi untuk pertumbuhan dan reproduksi oleh kelompok lain dari organisme yang disebut konsumen sekunder. Hewan yang hidup dari energi dan hara dalam substansi konsumen sekunder disebut konsumen tersier . Banyak jenis organisme juga dapat bersifat sebagai konsumen primer , konsumen sekunder dan tersier .


http://www.knowledgebank.irri.org/ipm/images/stories/appecology/image6.gif

Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org/ipm/index.php/ecosystem-ecology….. diunduh 29/6/2011



http://platforms.inibap.org/agro/images/diagram_1.gif

Sumber: http://platforms.inibap.org/agro/concepts.html ….. diunduh 29/6/2011

Jaring makanan dalam tanah memiliki banyak organisme yang memangsa biomasa tumbuhan hidup dan mati. Dengan demikian, banyak organisme memperoleh energi untuk tumbuh dan berkembang biak dan akhirnya hara yang diikat dalam biomasa tumbuhan dan hewan dapat tersedia kembali untuk pertumbuhan tanaman.
diagram_2

Sumber: http://platforms.inibap.org/agro/concepts.html ….. diunduh 29/6/2011

Burung merupakan salah satu organism (fauna) dalam jaring-jaring makanan ekosistem pantai mempunyai peran yang sangat penting.
http://www.touregypt.net/images/touregypt/pic.51a.jpg

Sumber: http://www.touregypt.net/parks/linked_coastal_ecosystems.htm


Siklus Biogeokimia
Berbeda dengan energi, yang hilang dari ekosistem sebagai panas, unsur hara (atau nutrisi) yang membentuk molekul dalam organisme tidak berubah dan dapat berulang-ulang ber-siklus di antara organisme dan lingkungan hidupnya. Sekitar 40 unsur menyusun tubuh organisme, dimana karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, dan fosfor yang paling banyak. Jika salah satu dari unsure tersebut dalam lingkungan tumbuh suplainya kurang, pertumbuhan organisme dapat terhambat, meskipun tersedia cukup banyak energi. Secara khusus, nitrogen dan fosfor adalah elemen yang paling sering membatasi pertumbuhan organisme. Keterbatasan ini ditandai oleh meluasnya penggunaan pupuk, yang diterapkan pada bidang pertanian untuk mengatasi kurangnya ketersediaan hara.

The movement of energy from one level of the food web to the next. The proportion of energy at one level of the food web that makes it to the next level is called ecological efficiency - this is usually less than 10%. In an agroecosystem, we also care about how well the energy consumed by organisms, usually either the crop plants (the producers, with energy from the sun) or livestock (herbivores, with energy from feed or pasture), is converted into body tissue - this is conversion efficiency.


http://www.acad.carleton.edu/curricular/biol/classes/bio160/classresources/case_studies/case3_energy/food_web.gif

Sumber: http://www.acad.carleton.edu/curricular/BIOL/classes/bio160/ClassResources/Case_Studies/Case3_Energy/Case3_Directions.htm ….. diunduh 29/6/2011


Siklus karbon terjadi di antara atmosfer dan ekosistem darat dan laut. Siklus ini terjadi ada kaitannya dnegan produksi primer dan dekomposisi bahan organik. Tingkat produksi primer dan dekomposisi bahan organik, selanjutna dikendalikan oleh pasokan nitrogen, fosfor, dan zat besi. Pembakaran bahan bakar fosil merupakan perubahan terbaru siklus global yang melepaskan karbon yang telah lama terkubur dalam kerak bumi ke dalam atmosfer. Karbon dioksida di atmosfer menangkap panas pada permukaan bumi dan merupakan faktor utama yang mengatur iklim. Perubahan siklus karbon global ini mengakibatkan dampak pada iklim, isu-isu ini merupakan masalah besar yang sedang diselidiki oleh ahli ekologi ekosistem.
Siklus Karbon
Organic chemicals are made from carbon more than any other atom, so the Carbon Cycle is a very important one. Carbon between the biological to the physical environment as it moves through the carbon cycle.

Earth's atmosphere contains 0.035% carbon dioxide, CO2, and the biological environment depends upon plants to pull carbon into sugars, proteins, and fats. Using photosynthesis, plants use sunlight to bind carbon to glucose, releasing oxygen (O2)in the process. Through other metabolic processes, plants may convert glucose to other sugars, proteins, or fats. Animals obtain their carbon by eating and digesting plants, so carbon moves through the biotic environment through the trophic system. Herbivore eat plants, but are themselves eaten by carnivores.


Karbon kembali ke lingkungan fisik melalui beberapa cara. Tanaman dan hewan melakukan respirasi, sehingga mereka melepaskan CO2 selama respirasinya. Tumbuhan dapat mengkonsumsi lebih banyak CO2 melalui fotosintesis daripada yang dapat dihasilkannya melalui respirasi. Jalur lain kembalinya CO2 ke lingkungan fisik terjadi melalui kematian tanaman dan hewan. Kalau organisme mati, bakteri dekomposer mengkonsumsi biomasa. Dalam proses dekomposisinya, sejumlah karbon dilepaskan kembali ke lingkungan fisik dengan cara fosilisasi. Sebagian karbon tetap tinggal dalam lingkungan biologis kalau organisme lain memangsa decomposer tersebut. Namun sejauh ini, sebagian besar karbon kembali ke lingkungan fisik melalui proses respirasi CO2.

http://www.starsandseas.com/sas_images/sas_ecol_images/sas_ecol_physical/cycle_carbon_4.jpg

Sumber: http://www.starsandseas.com/SAS%20Ecology/SAS%20chemcycles/cycle_carbon.htm ..... diunduh 29/6/2011



Siklus Nitrogen

Protein, asam nukleat , dan bahan kimia organik lainnya mengandung nitrogen , sehingga nitrogen adalah unsur yang sangat penting dalam organisme biologis . Nitrogen menyusun 79% dari atmosfer bumi , namun sebagian besar organisme tidak dapat menggunakan gas nitrogen (N2). N2 memasuki sistem trofik melalui proses fiksasi nitrogen . Bakteri yang ditemukan pada akar beberapa tanaman legume dapat memfiksasi N2 menjadi molekul organik, membentuk protein. Demikian juga, hewan mendapatkan nitrogen dengan jalan memakan biomasa tanaman. Tetapi setelah titik ini , siklus nitrogen akan jauh lebih rumit daripada siklus karbon. Hewan melepaskan nitrogen dalam urine-nya . Ikan melepaskan NH3 , tetapi kalau konsnetrasi NH3 pekat, bersifat racun bagi organisme hidup . Jadi organisme harus mengencerkan NH3 dengan banyak air . Kehidupan air , ikan tidak menghadapi masalah dengan persyaratan ini, tetapi hewan darat memiliki masalah serius. Mereka mengkonversi NH3 menjadi urine, atau senyawa kimia lainnya yang tidak beracun seperti NH3 . Proses pelepasan NH3 disebut ammonification . Karena NH3 bersifat racun , sebagian besar NH3 yang dilepaskan tidak tersentuh . Tetapi bakteri tanah memiliki kemampuan untuk mengasimilasi NH3 menjadi protein . Bakteri ini efektif memakan NH3 , dan membuat protein darinya. Proses ini disebut asimilasi .


Some soil bacteria does not convert NH3 into proteins, but they make nitrate NO3- instead. This process is called nitrification. Some plants can use NO3-, consuming nitrate and making proteins. Some soil bacteria, however, takes NO3-, and converts it into N2, returning nitrogen gas back into the atmosphere. This last process is called denitrification, because it breaks nitrate apart.

nitrogen_cycle-4

Sumber: http://www.starsandseas.com/SAS%20Ecology/SAS%20chemcycles/cycle_carbon.htm ..... diunduh 29/6/2011

Siklus Phosphorus
Fosfor adalah kunci untuk system energi dalam organisme, fosfor yang menggerakkan energi dari ATP ke molekul lain , mengendalikan reaksi enzimatik, atau transportasi seluler. Fosfor juga merupakan perekat yang memegang DNA bersama-sama , mengikat gula deoksiribosa bersama-sama , membentuk tulang punggung dari molekul DNA. Fosfor melakukan fugnsi yang sama di dalam RNA . Faktor kunci untuk memasukkan fosfor ke dalam sistem tropik adalah tanaman. Tanaman menyerap fosfor dari air dan tanah ke dalam tubuhnya, mensintesisnya menjadi molekul P-organik . Setelah diambil oleh tanaman, fosfor yang tersedia bagi hewan yang mengkonsumsi biomasa tanaman. Ketika tumbuhan dan hewan mati, bakteri mendekomposisi biomasa, melepaskan sejunmlah fosfor anorganik kembali ke tanah. Di dalam tanah , fosfor dapat bergerak sejauh 100 - 1.000 mil dari tempat dimana P dilepaskan, melalui aliran air dan sungai. Dengan demikian siklus air memainkan peran kunci dalam pergerakan fosfor dalam ekosistem . Dalam beberapa kasus , fosfor diangkut memasuki danau , dan menetap di dalam sedimen di bagian dasar danau. Di dasar danau ini, fosfor dapat berubah menjadi batuan sedimen , batu kapur , yang akan dirilis jutaan tahun kemudian . Batuan sedimen berfungsai sebagai cadangan, melestarikan banyak fosfor untuk digunakan di masa depan .

cycle_phosphorus_2

Sumber: http://www.starsandseas.com/SAS%20Ecology/SAS%20chemcycles/cycle_carbon.htm ..... diunduh 29/6/2011


Siklus hara dalam suatu agroekosistem melibatkan tanaman, ikan dan ternak. Salah satu jalur utama aliran hara adalah jalur tanaman-ternak-tanah. KOlam ikan, jalur utamanya adalah tanaman dan ternak. Dalam beberapa kasus dalam system pertanian tradisional di Asia, limbah manusia dan rumahtangga menjadi input penting bagi tanaman dan kolam ikan, sedangkan limbah dapur penting bagi ternak dan kolam ikan.


y5098e14

Sumber: Edwards (1993) (http://www.fao.org/docrep/006/y5098e/y5098e05.htm ..... diunduh 2/7/2011)

Aliran hara di antara komponen dalam agroekosistem dan antara agroekosistem dengan system eksternalnya adalah sebagai berikut.

y5098e15

Sumber: Le and Rambo (1993) (http://www.fao.org/docrep/006/y5098e/y5098e05.htm ..... diunduh 2/7/2011)




Fotosintesis

Organisme dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tak henti-hentinya, sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik seperti karbohidrat. Organisme heterotrofik seperti ragi dan kita sendiri, hidup dan tumbuh dengan memasukkan molekul-molekul organik ke dalam sel-selnya. Untuk tujuan praktis, satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung seluruh kehidupan ialah fotosintesis. Fotosintesis menyediakan makanan bagi hampir seluruh kehidupan di dunia baik secara langsung atau tidak langsung. Organisme memperoleh senyawa organik yang digunakan untuk dan rangka karbon dengan satu atau dua cara utama: nutrisi autotrofik atau heterotrofik. Autotro dapat diartikan bahwa dapat menyediakan makanan bagi diri sendiri hanya dalam pengertian bahwa autotrof dapat mempertahankan dirinya sendiri tanpa memakan dan menguraikan organisme lain. Autotrof membuat molekul organik mereka sendiri dari bahan mentah anorganik yang diperoleh dari lingkuannya. Oleh karena alasan inilah, para ahli biologi menyebut autotrof sebagai produsen biosfer.


Organisme heterotrof memperoleh materi organik melalui cara pemenuhan nutrisi kedua. Ketidakmampuan dalam membuat makanan mereka sendiri, menyebabkan hererotrof ini hidup tergantung pada senyawa yang dihasilkan oleh organisme lain; heteritrif merupakan komponen biosfer. Sebagian autotrof mengkonsumsi sisa-sisa organisme mati, menguraikan dan memekan sampah seperti bangkai, tinja dan daun-daun yang gugur. Heterotrof ini dikenak sebagai pengurai. Sebagian besar fungi dan banyak jenis bakteri memperoleh makana dengan cara seperti ini. Hampir seluruh heterotrof, termrasuk manusia, benar-benar tergantung pada fotoautotrof untuk mrndapatkan makanan dan juga untuk mendapatkan oksigen, yang merupakan produk samping fotosintesis.
Jalur Fotosintesis

Dengan keberadaan cahaya, bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau menghasilkan bahan organik dan oksigen dari karbon dioksida dan air. Dengan menggunakan rumus molekul, persamaan kimia fotosintesis adalah:


6CO2 + 12 H2O + energi cahaya -----> C6H12O6 + 6O2 + 6H2O

Karbohidrat C6H12O6 ialah glukosa. Air muncul pada kedua sisi persamaan itu karena 12 molekul dikonsumsi dan 6 molekul terbentuk lagi selama fotosintesis. Persamaan itu dapat disederhanakan dengan memperlihatkan selisih konsumsi air:


6CO2 + 6H2O + energi cahaya ----> C6H12O6 + 6O2
Dalam bakteri berfotosintesis, sebagai pengganti H2O dipakai zat pereduksi yang lebih kuat seperti H2, H2S dan H2R (R adalah gugus organik). Persamaan reaksinya adalah:
2CO2 + 2H2R -----> 2C2O + O2 +2R

Bakteri menggunakan H2R dan menggunakan hidrogen untuk membuat gula. Dari reaksi kimia tersebut dapat dikatakan bahwa semua organisme fotosintetik membutuhkan sumber hidrogen, tetapi sumber itu bermacam-macam.


Tempat Berlangsungnya Proses Fotosintesis

Di dalam tumbuhan, proses fotosintesis pada umumnya berlangsung dalam organel khusus yang disebut plastid. Plastid mengandung senyawa, yaitu klorofil. Semua bagian yang berwarna hijau pada tumbuhan, termasuk batang hijau dan buah yang belum matang, memiliki kloroplas, tetapi daun merupakan tempat utama berlangsungnya fotosintesis pada sebagian besar tumbuhan. Terdapat ± setengah juta kloroplas tiap milimeter persegi permukaan daun. Warna daun berasal dari klorofil, pigmen warna hijau yang terdapat dalam kloroplas. Energi cahaya yang diserap klorofil inilah yang menggunakan sintesis molekul makanan dalam kloroplas.

Sebagian besar spesies tumbuhan, terpacu pertumbuhan dan perkecambahan dalam keadaan terang. Namun biji juga dapat terhambat perkecambahanyya oleh cahaya. Panjang gelombang merah jauh dari sinar matahari hampir selalu merupakan panjang gelombang yang paling menghambat. Cahaya biru juga kadang menghambat. Biji yang membutuhkan cahaya untuk berkecambah disebut fotodorman. Biji yang biasanya berkecambah dalam gelap akan terhambat oleh cahaya. Biji yang biasa berkecambah dalam gelap akan mengalami dormansi atau fase istirahat saat terkena cahaya dalam tingkat intensitas tertentu.

Cahaya tampak sebagai sumber energi yang digunakan tumbuhan untuk fotosintesis merupakan bagian spektrum energi radiasi. Reaksi cahaya dalam fotosintesis merupakan bagian akibat langsung penyerapan foton oleh molekul pigmen seperti klorofil. Menurut Michael (1994), tidak seluruh foton mempunyai tingkat energi yang sesuai untuk aktivasi pigmen daun. Di atas 760 nm foton tidak memiliki cukup energi dan di bawah 390 nm foton memiliki terlalu banyak energi, hal ini dapat menyebabkan ionisasi dan kerusakan pigmen. Hanya foton dengan panjang gelombang antara 390 dan 760 nm memiliki tingkat energi yang cocok untuk fotosintesis. Aktivasi pigmen merupakan akibat langsung dari interaksi antara foton dengan pigmen, maka pengukuran cahaya yang digunakan dalam fotosintesis seringkali dilakukan berdasarkan densitas aliran foton, dan bukan berdasarkan energi. Densitas aliran foton merupakan jumlah foton yang menumbuk suatu luas permukaan tertentu per satuan waktu. Panjang gelombang antara 400 dan 700 nm mempunyai efisiensi tinggi dalam fotosintesis, maka pengukuran cahaya untuk fotosintesis biasanya didasarkan pada densitas aliran foton dalam panjang gelombang 400 dan 700 nm.



http://1.bp.blogspot.com/_1dv0wzatx-8/tctxhdyw9ji/aaaaaaaabk0/8mlcpnstugq/s400/carbon-cycle+(1).jpg

Sumber: http://ecology07.blogspot.com/2011_03_01_archive.html …. Diunduh 29/6/2011




Kesehatan Ekosistem
It is important to recognize the inherent difficulties in defining "health," whether at the level of the individual, population, or ecosystem. The concept of health is somewhat of an enigma, being easier to define in its absence (sickness) than in its presence. Perhaps partially for that reason, ecologists have resisted applying the notion of "health" to ecosystems. Yet, ecosystems can become dysfunctional, particularly under chronic stress from human activity. For example, the discharge of nutrients from sewage, industrial waste, or agricultural runoff into lakes or rivers affects the normal functioning of the ecosystem, and can result in severe impairment. Excessive nutrient inputs from human activity was one of the major factors that severely compromised the health of the lower Laurentian Great Lakes (Lake Erie and Lake Ontario) and regions of the upper Great Lakes (Lake Michigan). Unfortunately, degraded ecosystems are becoming more the rule than the exception.

The study of the features of degraded systems, and comparisons with systems that have not been altered by human activity, makes it possible to identify the characteristics of healthy ecosystems. Healthy ecosystems may be characterized not only by the absence of signs of pathology, but also by signs of health, including measures of vigor (productivity), organization, and resilience.



Vigor can be assessed in terms of the metabolism (activity and productivity) of the system. Ecosystems differ greatly in their normal ranges of productivity. Estuaries are far more productive than open oceans, and marshes have higher productivity than deserts. Health is not evaluated by applying one standard to all systems. Organization can be assessed by the structure of the biotic community that forms an ecosystem and by the nature of the interactions between the species (both plants and animals). Invariably, healthy ecosystems have more diversity of biota than ecologically compromised systems. Resilience is the capacity of an ecosystem to maintain its structure and functions in the face of natural disturbances. Systems with a history of chronic stress are less likely to recover from normal perturbations such as drought than those systems that have been relatively less stressed.
“Healthy ecosystems can also be characterized in economic, social, and human health terms. Healthy ecosystems support a certain level of economic activity. This is not to say that the ecosystem is necessarily self-sufficient, but rather that it supports economic productivity to enable the human community to meet reasonable needs. Inevitably, ecosystem degradation impinges on the long-term sustainability of the human economy that is associated with it, although in the short-term this may not be evident, as natural capital (e.g., soils, renewable resources) may be overexploited and temporarily enhance economic returns. Similarly, with respect to social well-being, healthy ecosystems provide a basis for and encourage community integration. Historically, for example, native Hawaiian groups managed their ecosystem through a well-developed social cohesiveness that provided a high degree of cooperation in fishing and farming activity”.


Kesehatan Agro-ecosystem
Salah satu hipotesis dasar dalam suatu proposal penelitian adalah bahwa “paradigma kesehatan agro-ekosistem” akan menyediakan kerangka kerja konseptual yang bagus daripada “paradigma keberlanjutan-pertanian”, yang ' tidak mengandung banyak fakta empiris karena kurangnya definisi yang komprehensif dan metodologi analitis' (ILRI 1998). Kedua paradigm tersbeut memang dapat dibedakan, tetapi untuk tujuan praktis biasanya keduanya dianggap sama, pada dasarnya identik (perbandingan ini dikembangkan secara lebih rinci dalam Smit dan Smithers (1994). Begitu istilah 'agro digabungkan dnegan “ekosistem” maka secara eksplisit komponen manusia dilibatkan, sehingga agro-ekosistem pada dasarnya setara dengan definisi yang luas dari “pertanian”, yang mencakup komponen ekologi dan manusia.
“Sustainable agriculture” telah didefinisikan dengan berbagai cara dan sudut pandang (Smit and Brklacich 1989; Cai and Smit 1994; Smit and Smithers 1994), tetapi kebanyakan melingkupi sifat-sifat esensial yang sama. Misalnya dua definisi berikut ini:
Agri-food systems that are economically viable, meet society's need for safe and nutritious foods, while conserving natural resources and the quality of the environment for future generations (SCC 1992),
Agricultural system that can indefinitely meet demands for food and fibre at socially acceptable economic and environmental costs (Crosson 1992).
Dalam kedua hal tersebut di atas, pertanian berkelanjutan didefinisikan dengan memperhatikan:

  • Kebutuhan atau permintaan social atas pangan, termasuk gizi, dan mencerminkan kesehatan manusia

  • Kelayakan ekonomis, mengacu kepada pemeliharaan system produksi

  • Kualitas lingkungan, yang diarahkan pada kondisi sumberdaya biofisik.

Definisi “keberlanjutan” juga memperhatikan sifat-sifat ini atas waktu ('generasi mendatang” atau 'indefinite'). Definisi kesehatan agro-ecosystem melingkupi sifat-sifat esensial yang sama, yaitu:



  1. Kesejahteraan manusia

  2. Keragaan ekonomis, dan

  3. Kondisi ekologis.

Pada kenyataannya, esensi dari perspektif kesehatan agroekosistem (agro-ecosystem health, AESH) adalah bahwa ia mencerminkan eksistensi dan interrelationships di antara beberapa domain system pertanian (economi, manusia dan ekologi), dan bahwa kesehatan system secara keseluruhan merupakan fungsi dari kondisi dan interdependensi di antara komponen-komponen ini.


A simple conceptualisation of agro-ecosystem health indicates three main dimensions, which interact (hence overlapping sets), which manifest at different scales (hence the different sizes of sets), and which can be employed in numerous applications, including a) using indicators to compare systems or document changes in AESH, b) identifying and specifying relationships among dimensions to understand dynamics and determinants of AESH, and c) assessing responses in AESH to stresses, both those associated with external environments (such as climatic variations or macro-economic conditions) and those reflecting interventions or policies.
 

21

Kesehatan Agro-ecosystem: Suatu teladan representasi diagramatik.

Landasan konseptual dari dua paradigm ini, AESH dan agricultural sustainability (AS), pada hakekatnya sinonim. Keduanya bersifat evaluative dari keseluruhan kondisi lingkungan pedesaan, ekonomi, dan manusia. Sehingga sasarannya juga meliputi komponen ini:


  • Peningkatan ketahanan pangan

  • Pengentasan kemiskinan

  • Melestarikan kualitas lingkungan yang baik.

In other respects as well, AESH and AS are very similar. Both are applicable at different spatial and temporal scales. For both, considerable effort has been expended in developing indicators, and similar kinds of indicators (often very long lists) have been proposed. Indicators can take a wide variety of forms, including state and functional indicators, diagnostic and early warning indicators. There are also many examples of particular empirical studies employing indicators, especially of sustainable agriculture . However, neither of these frameworks can supply a single, comprehensive measurable indicator which can adequately capture the scope of these systems. Nor do either of them provide a specific set of analytical steps to document change, assess responses, or evaluate interventions in these systems. The noteworthy contribution of the agro-ecosystem health concept is a metaphor, providing a broad framework which facilitates the consideration of multiple dimensions and the interactions among them.



Indikator kesehatan agro-ecosystem


What is the route by which a metaphor or concept can be applied to something so that researchers or practitioners can use in the field? For example, there is the interest in indicators, or measurable properties which indicate the health of an agro-ecosystem. For indicators, which represent only one element of any analysis, three distinct approaches have been tried.

Holistik


This approach, of which several versions have been proposed, aims to define a set of very generic 'criteria', essentially from first principles, which will be applicable to all dimensions. Thus, we get such 'holistic indicators' as integrity, efficiency, resilience, effectiveness, response capability, balance, richness, transformation ability, self-regulatory capacity, flexibility, stability, and so on. A particular appeal of this approach is the expectation that the selected criteria will lead to measurable equivalent indicators on each of the dimensions.

22

A conceptual framework for agro-ecosystem health.



Sumber: http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/Concepts.htm ..... diunduh 29/6/2011

Terintegrasi = Disaggregated


In this approach, the indicators of the various dimensions of agro-ecosystem health are supplied by scientists and practitioners in each of the disciplines involved. Indicators developed via this route tend to reflect the variables which are conventionally analysed in the various disciplines. Thus, economists provide indicators such as gross margins, benefit /cost ratios, or net income. Sociologists will list measures of household and community structure, power relations, equity, gender roles, and so on. From the human health and nutrition fields come indicators of morbidity, longevity, other physiological features and measures of nutritional status or functionality. From the geophysical and biological sciences come equally long lists of ecosystem variables which have been of theoretical interest or have been used before. This approach certainly generates an ample smorgasbord of indicators. The weaknesses of this approach are that the lists are impractically long, there are no established principles for selecting from among the many possibilities (they may all be 'scientifically valid'), and they often are not readily understood by the people in the agro-ecosystems.

Berbasis Komunitas = Community-based


The essence of this approach (also called stakeholder-derived) is that the indicators are identified with the active participation of the people who live in the agro-ecosystem. A variety of methods are available for this kind of participatory approach, in which the researchers necessarily play at least a facilitatory role, but where the indicators are certainly meaningful to local people as well as to the analysts. These include a practical and efficient way of selecting key indicators, allowing researchers to learn about communities' priorities and alternative measurements (sometimes supplied directly by residents), and promotion of people's involvement in (and 'ownership of') both analysis of agro-ecosystems and any management initiatives to improve their health.


Bagaimana Ekosistem Sehat menjadi Patologis
Stress from human activity is a major factor in transforming healthy ecosystems to sick ecosystems. Chronic stress from human activity differs from natural disturbances. Natural disturbances (fires, floods, periodic insect infestations) are part of the dynamics of most ecosystems. These processes help to "reset" ecosystems by recycling nutrients and clearing space for recolonization by biota that may be better adapted to changing environments. Thus, natural perturbations help keep ecosystems healthy. In contrast, chronic and acute stress on ecosystems resulting from human activity (e.g., construction of large dams, release of nutrients and toxic substances into the air, water, and land) generally results in long-term ecological dysfunction.
Lima sumber utama cekaman (stress) antropogenik (akibat dari kegiatan manusia) terhadap ekosistem, yaitu: rekayasa struktur fisik, panen berlebihan, limbah residual, masuknya spesies eksotik, dan perubahan global.
Rekayasa Struktur Fisik

Aktivitas-aktivitas seperti drainage rawa-rawa, pengerukan dasar danau, pembendungan sungai, dan pembangunan jalan raya, berarti proses fragmentasi bentang lahan dan mengubah serta merusak habitat-habitat kritis. Aktivitas-aktivitas ini juga mengganggu siklus hara dan menyebabkan hilangnya biodiversitas.


Panen berlebihan

Overexploitation is commonplace when it comes to harvesting of wildlife, fisheries, and forests. Over long periods of time, stocks of preferred species are reduced. For example, the giant redwoods that once thrived along the California coast now exist only in remnant patches because of overharvesting. When dominant species like the giant redwoods (arguably the world's tallest tree—one specimen was recorded at 110 meters tall with a circumference of 13.4 meters) are lost, the entire ecosystem becomes transformed. Overharvesting often results in reduced biodiversity of endemic species, while facilitating the invasion of opportunistic species.




Limbah / Residu.

Discharges from municipal, industrial, and agricultural sources into the air, water, and land have severely compromised many of the earth's ecosystems. The effects are particularly apparent in aquatic ecosystems. In some lakes that lack a natural buffering capacity, acid precipitation has eliminated most of the fish and other organisms. While the visual effect appears beneficial (water clarity goes up) the impact on ecosystem health is devastating. Systems that once contained a variety of organisms and were highly productive (biologically) become devoid of most lifeforms except for a few acid-tolerant bacteria and sediment-dwelling organisms.


Introduksi Spesies Eksotik

The spread of exotics has become a problem in almost every ecosystem of the world. Transporting species from their native habitat to entirely new ecosystems can wreck havoc, as the new environments are often without natural checks and balances for the new species. In the Great Lakes Basin, the accidental introduction of two small pelagic fishes, the alewife and the rainbow smelt, combined with the simultaneous overharvesting of natural predators, such as the lake trout, led to a significant decline in native fish species.

The introduction of the sea lamprey, an eel-like predacious fish that attacks larger fish, into Lake Erie and the upper Great Lakes further destabilized the native fish community. The sea lamprey contributed to the demise of the deepwater benthic fish community by preying on lake trout, whitefish, and burbot. This contributed to a shift in the fish community from one that had been dominated by large benthics to one dominated by small pelagics (fish found in the upper layers of the lake profile). This shift from bottom-dwelling fish (benthic) to surface-dwelling fish (pelagic) has now been partially reversed by yet another accidental introduction of an exotic: the zebra mussel. As the zebra mussel is a highly efficient filter of both phtyoplankton and zooplankton, its presence has reduced the available food in the surface waters for pelagic fish. However, while the benthic fish community has gained back its dominance, the preferred benthic fish species have not yet recovered owing to the degree of initial degradation. Overall, the increasing dominance by exotics not only altered the ecology, but also reduced significantly the commercial value of the fisheries.
Perubahan Global

Rapid climate change (or climate warming) is an emerging potential global stress on all of the earth's ecosystems. In evolutionary time, there have of course been large fluctuations in climate. However, for the most part these fluctuations have occurred gradually over long periods of time. Rapid climate change is an entirely different matter. By altering both averages and extremes in precipitation, temperature, and storm events, and by destabilizing the El Niño Southern Oscillation (ENSO), which controls weather patterns over much of the southern Pacific region, many ecosystem processes can become significantly altered. Excessive periods of drought or unusually heavy rains and flooding will exceed the tolerance for many species, thus changing the biotic composition. Flooding and unusually high winds contribute to soil erosion, and at the same time add to nutrient load in rivers and coastal waters.

These anthropogenic stresses have compromised ecosystem function in most regions of the world, resulting in ecosystem distress syndrome (EDS). EDS is characterized by a group of signs, including abnormalities in nutrient cycling, productivity, species diversity and richness, biotic structure, disease prevalence, soil fertility, and so on. The consequences of these changes for human health are not inconsiderable. Impoverished biotic communities are natural harbors for pathogens that affect humans and other species.
Kesehatan Ekosistem dan Kesehatan Manusia

An important aspect of ecosystem degradation is the associated increased risk to human health. Traditionally, the concern has been with contaminants, particularly industrial chemicals that can have adverse impacts on human development, neurological functions, reproductive functions, and that appear to be causative agents in a variety of carcinomas. In addition to these serious environmental concerns (where the remedies are often technological, including engineering solutions to reduce the release of contaminants), there are a large number of other risks to human health stemming from ecological imbalance.

Ecosystem distress syndrome results in the loss of valued ecosystem services, including flood control, water quality, air quality, fish and wildlife diversity, and recreation. One of the major signs of EDS is increased disease incidence, both in humans and other species. Human population health should thus be viewed within an ecological context as an expression of the integrity and health of the life-supporting capacity of the environment. Ecological imbalances triggered by global climate change and other causes are responsible for increased human health risks.

Hubungan keterkaitan antara jasa-jasa ekosistem, aspek kesejahteraan manusia dan Kesehatan Manusia
figure 1. interrelationship between ecosystem services, aspects of human well-being and human health - human health threat from ecosystem degradation: threats particularly acute in poorer countries press release / who 9dec2005

Sumber: http://www.mindfully.org/Heritage/2005/Ecosystem-Degradation-Threats9dec05.htm ….. diunduh 1/7/2011


Tekanan-tekanan terhadap ekosistem dapat mengakibatkan gangguan yang tidak terduga pada aspek kesehatan masa mendatang. Beberapa masalah yang sangat serius adalah

(Sumber: http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2005/pr67/en/index.html:)



  • Gizi dan Nutrisi: Degradasi ekosistem perikanan dan ekosistem pertanian merupakan factor-faktor penyebab mal-nutrisi yang dialami 800 juta manusia di seluruh dunia. Ada banyak penduduk lainnya yang mengalami defisiensi kronis mikro-nutrient.

  • Air minum yang aman: Water-associated infectious diseases claim 3.2 million lives, approximately 6% of all deaths globally. Over one billion people lack access to safe water supplies, while 2.6 billion lack adequate sanitation, and related problems of water scarcity are increasing, partly due to ecosystem depletion and contamination.

  • Ketergantungan pada bahan bakar padat: Sekitar 3% dari beban gangguan penyakit global disebabkan oleh pencemaran udara “indoor”, penyebab utama penyakit pernafasan. Banyak penduduk dunia menggunakan bahan bakar padat untuk memasak makanan dan menghangatkan ruangan, merupakan penyebab utama penggundulan hutan.



Perubahan Iklim dan Vektor Penyakit
The global infectious disease burden is on the order of several hundred million cases per year. Many vector-borne diseases are climate sensitive. Malaria, dengue fever, hantavirus pulmonary syndrome, and various forms of viral encephalitis are all in this category. All these diseases are the result of arthropod-borne viruses (arboviruses) which are transmitted to humans as a result of bites from blood-sucking arthropods.
Perubahan iklim global, terutama perubahan suhu dan curah hujan - sangat berkorelasi dengan prevalensi vektor penyakit . Misalnya, virus yang dibawa oleh nyamuk , kutu , dan arthropoda lain penghisap darah, umumnya telah meningkatkan tingkat transmisinya dengan adanya peningkatan suhu. Nyamuk Culex tarsalis membawa virus. Persentase gigitan yang menghasilkan transmisi SLE tergantung pada suhu, laju transmisi lebih besar pada suhu tinggi .

Ketergantungan vektor penyakit pada suhu ini juga dapat digambarkan dengan baik pada penyakit malaria. Malaria adalah endemik di seluruh daerah tropis , dengan prevalensi tinggi di Afrika , benua India , Asia Tenggara , dan sebagian dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Meksiko . Sekitar 2,4 miliar orang tinggal di daerah risiko , dengan 350 juta infeksi baru terjadi setiap tahunnya , mengakibatkan sekitar 2 juta kematian , terutama pada anak-anak . Malaria yang tidak diobati dapat menjadi penderitaan seumur hidup dengan gejala seperti demam , sakit kepala , dan malaise .

The sensitivitas malaria terhadap iklim dapat terjadi karena sifat dari interaksi parasit , vektor , dan host ; yang semuanya berdampak tingkat penularan pada manusia. Waktu tumbuh yang diperlukan oleh parasit untuk berkembang penuh dalam host nyamuk (suatu proses yang disebut sporogoni ) adalah 8-35 hari . Ketika suhu di kisaran 20 ° C hingga 27 ° C , waktu tumbuh ini menjadi lebih singkat. Curah hujan dan kelembaban udara juga sangat berpengaruh. Kekeringan dan hujan lebat cenderung mengurangi populasi nyamuk yang berfungsi sebagai vektor malaria . Di daerah kering daerah tropis , curah hujan yang rendah dan kelembaban yang rendah membatasi kelangsungan hidup nyamuk . Banjir parah dapat mengakibatkan rusaknya habitat berkembang biak bagi nyamuk vektor , sedangkan curah hujan medium dapat meningkatkan produksi vektor .
Tambak yang terlantar dapat digunakan untuk nila merah


Yüklə 0,49 Mb.

Dostları ilə paylaş:
  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©www.genderi.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

    Ana səhifə