JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-39
Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi SiO
2
terhadap Sifat Kebasahan pada Permukaan
Hidrofobik
Roihatur Rohmah, Mochamad Zainuri
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: zainuri@physics.its.ac.id
Abstrak—
Terinspirasi dengan biomimetic dari daun
talas, permukaan hydrophobic dalam penelitian ini dibuat
dengan modifikasi kekasaran dari SiO
2
(Silika). TEOS
(Tetraethyl Orthosilicate) digunakan sebagai sumber silika
yang menghasilkan prekursor SiO
2
dengan kemurnian
98,3±0,020 %. Prekursor silika diperoleh dari metode sol
gel dengan HCL 0,1 M sebagai katalis. Hasil sintesis ini
menghasilkan fasa amorf dengan distribusi ukuran partikel
1232 nm. Prekursor SiO
2
diberi perlakuan panas dengan
variasi temperatur kalsinasi 800
, 1000, 1100, 1150, dan 1200
°C dengan waktu tahan selama 2 jam. Fasa silika hasil dari
kalsinasi yaitu semua amorphous dengan puncak berada
pada sudut ±21 °2θ. Lapisan hydrophobic diperoleh dengan
menggunakan spray gun dengan fasa filler silika hasil
kalsinasi berupa fasa amorf. Distribusi ukuran partikel
filler silika hasil kalsinasi temperatur 800, 1000, 1100, 1150,
dan 1200 °C berturut-turut sebesar 534,9 nm, 538,3 nm,
792,7 nm, 564,3 nm, dan 680,9 nm. Sedangkan permukaan
dengan sudut kontak air dengan filler silika hasil kalsinasi
temperatur 800, 1000, 1100, 1150, dan 1200 °C berturut-
turut sebesar 96,86°, 90,71°, 80,33°, 92,52°, dan 90,61°.
Kata Kunci—hydrophobic, sudut kontak air, Tetraethyl
orthosilicate (TEOS).
I.
PENDAHULUAN
iomimetic merupakan prinsip meniru sifat alam [1].
Alam mempunyai sifat yang unik dan konstruksi
tersendiri. Telah ada berbagai material yang sifatnya
meniru sifat alam. Misalnya, permukaan anti air yang
meniru prinsip daun talas ketika terkena air. Permukaan
daun talas merupakan salah satu permukaan dari benda
yang sifatnya superhidrofobik (anti air). Permukaan yang
bersifat anti air dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
komposisi kimia dari suatu permukaan dan faktor
kekasaran [2]. Komposisi kimia dari permukaan material
mempengaruhi sifat superhidrofobik karena sifat air yang
tidak
simetri
atau
polar,
maka
permukaan
superhidrofobik harus bersifat nonpolar. Kesimetrian
suatu material dapat diperoleh dari reaksi kimia.
Selain dari komposisi kimia, faktor kekasaran juga
berpengaruh saat ada interaksi antara air dengan
permukaan yang mengakibatkan adanya gaya aksi-reaksi
antar keduanya. Dengan mengunakan prinsip dari hukum
kesetimbangan
yaitu
semakin
kasar
suatu
permukaan/semakin sedikit bagian permukaan air yang
menyentuh permukaan, maka air semakin setimbang [3].
Dengan adanya kesetimbangan pada air inilah yang
menyebabkan air tetap berbentuk bola sehingga tidak
akan membasahi permukaan. Pada penelitian sebelumnya
telah dikembangkan permukaan hydrophobic dari
komposit PDMS/SiO
2
yang dapat memberikan hasil
permukaan hydrophobic dengan sudut kontak air
mencapai 148,26° [4]. Dalam penelitian tersebut
digunakan media kaca sebagai bahan yang dilapisi
permukaan hydrophobic. Untuk memaksimalkan daya
guna silika sebagai material hydrophobic, maka dalam
penelitian ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi
permukaan hydrophobic dari komposit SiO
2
dengan cat
mobil.
Silika diperoleh dari material sintetik yaitu TEOS
(Tetraethyl Orthosilicate). Variasi dalam penelitian ini
yaitu variasi temperatur kalsinasi silika yang digunakan
sebagai filler dalam pembuatan lapisan hidrofobik. Dari
hasil variasi yang dilakukan dapat diketahui lapisan
hidrofobik dengan sudut kontak air yang terbentuk yaitu
>90°. Pengukuran sudut kontak air ditentukan dengan
mengukur sudut antara permukaan air terhadap
permukaan lapisan padat yang berinteraksi dengan air
.
II.
METODE
PENELITIAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi Tetraethyl Orthosilicate (TEOS), etanol,
aquades, HCl, cat mobil (Merk Nippe 2000), PDMS
(Polydimethylsiloxane), plat alumunium, dan thinner.
1)
Prosedur Kerja
Sintesis Silika
Sumber silika yaitu TEOS sebanyak 5 ml dicampur
dengan etanol 5 ml dan di masukkan ke dalam gelas
beker lalu distirrer selama 10 menit dalam temperatur
ruang. Selanjutnya, diukur aquades sebanyak 10 ml dan
ditetesi dengan HCl 0,1 M sebanyak 3-4 tetes lalu
diaduk. Setelah itu, dituang larutan HCl ke dalam larutan
TEOS lalu distirrer selama 5 menit dalam temperatur
ruang dengan kecepatan konstan. Selanjutnya, larutan
dipanaskan dalam temperatur 60 °C selama 1,5 jam dan
distirrer dengan kecepatan konstan. Setelah 1,5 jam,
larutan didinginkan sampai menjadi gel. Lalu gel tersebut
dikeringkan pada temperatur 100 °C sampai kering.
Selanjutnya sampel dimortar hingga menjadi serbuk
silika amorf. Kemudian serbuk silika amorf dikalsinasi
dengan variasi temperatur 800, 1000, 1100, 1150, dan
1200 °C dengan waktu tahan 2 jam.
Preparasi Lapisan
Lapisan hydrophobic dibuat dengan dicampurkan cat
mobil dan thinner dengan perbandingan 2 ml : 2 ml
diaduk selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan serbuk
silika 0,1 gr dan di-ultrasonic cleaner selama 30 menit
agar silika dapat terdistribusi secara merata atau
homogen dalam larutan cat. Untuk mengurangi energi
B
B-40
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print)
permukaan dari cat yang tinggi, ditambahkan 3 tetes
PDMS dan di-stirer selama 5 menit. Selanjutnya,
campuran dilapiskan pada plat alumunium 2cm x 2cm x
1mm dengan spray gun dengan 10 kali semprotan
sampai semua permukaan terlapisi. Lapisan dikeringkan
dengan temperatur 100°C selama 24 jam.
Karakterisasi permukaan hidrofobik
Sudut kontak air diukur dengan software Image J.
Filler silika untuk lapisan hidrofobik dilakukan
pengukuran distribusi ukuran partikel dengan Particle
Size Analyzer (PSA). Untuk mengetahui fasa filler silika
dilakukan pengujian X-Ray Diffractometer (XRD).
Differential Scanning Calorimetry- Thermogravimetric
Analysis (DSC-TGA) untuk mengetahui temperatur
terjadinya pengurangan massa dan perubahan fasa.
III.
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Material dasar yang digunakan dalam penelitian ini
berupa
silika
sintetik
yaitu
TEOS
( Tetraethyl
Orthosilicate). Silika digunakan sebagai penunjang sifat
hydrophobic suatu lapisan. Metode sintesis yang
digunakan yaitu metode sol-gel. Dalam metode sol-gel
terjadi proses hidrolisis pada TEOS yang terlarut dalam
etanol. Proses hidrolilis menghasilkan sol. Proses
pembentukan sol digunakan temperatur 60°C dengan
tujuan untuk mempercepat proses hidrolisis tanpa
menghilangkan pelarut (etanol) di dalamnya. Setelah
terbentuk sol, maka proses menuju bentuk gel terjadi
pada proses kondensasi. Pembentukan alcogel (gel
basah) diperoleh dari proses pematangan selama ±24
jam. Alcogel terdapat jaringan SiO
2
yang dikelilingi oleh
pori-pori yang berisi EtOH (etanol) dan H
2
O.
Selanjutnya Alcogel dikeringkan dengan temperatur
100°C sampai material berubah menjadi seperti pecahan
kaca. Proses pengeringan dilakukan untuk menguapkan
pelarut dan gel yang telah mengalami penambahan cross-
linking pada grup –OH dan –OR yang tidak bereaksi [5].
Pada proses ini akan terjadi pengurangan volum. Xerogel
(gel kering) tersebut kemudian dihaluskan dengan mortar
untuk mendapatkan xerogel dalam bentuk serbuk.
Variasi temperatur kalsinasi ditentukan dari hasil
pengujian
DSC-TGA
(Differential
Scanning
Calorimetry- Thermogravimetric Analysis). Pengujian
DSC-TGA dilakuakan dengan pemberian perlakuan
panas 0-1350 °C. Pada Gambar 3.1 kurva berwarna
merah (DSC) menunjukkan adanya reaksi eksoterm dan
endoterm. Puncak endoterm terjadi pada temperatur 100
°C dengan ditandai adanya lembah pada kurva.
Sedangkan pada temperatur ±1300 °C juga terdapat
puncak endoterm. Terjadinya puncak eksoterm dan
endoterm pada hasil pengujian karena ada proses
pelepasan dan penyerapan panas [6].
Gambar 3.1 Grafik DSC-TGA
Akibat adanya perubahan panas ini memungkinkan
terjadinya proses transformasi fasa. Selain kurva merah,
juga terdapat kurva hitam yang menunjukkan hasil
pengujian TGA. Hasil pengujian ini menunjukkan
adanya pengurangan massa SiO
2
saat diberi perlakuan
panas. Pada temperatur 0-120°C terjadi pengurangan
massa secara ekstrim yang disebabkan sisa kandungan air
pada sampel silika yang menguap. Selain itu,
pengurangan massa secara signifikan pada temperatur
120-1150°C. Pengurangan ini dapat terjadi karena
adanya proses pembentukan fasa baru pada silika disertai
proses penguapan. Proses penguapan dikarenakan
xerogel silika yang telah menjadi serbuk masih
mengandung sisa grup –OR yang menguap pada
temperatur 500°C [5]. Pada temperatur 1150 °C terjadi
penambahan massa yang diikuti dengan adanya aliran
panas menuju lembah endoterm sampai temperatur
±1300 °C. Pada temperatur tersebut kemungkinan terjadi
pembentukan fasa kristal (fasa kristobalit) dengan
persentase yang cukup tinggi.
Hasil pengujian DSC-TGA ini didapatkan temperatur
kalsinasi 800, 1000, 1100, 1150, 1200°C. Karena dengan
temperatur tersebut mulai terjadi pembentukan fasa
kristal atau terjadi transformasi fasa kristal satu dengan
kristal yang lainnya. Semakin kecil rentang temperatur
yang digunakan, dapat diketahui pada temperatur tertentu
fasa
sampel
mengalami
perubahan.
Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan Martínez (2006)
dengan menggunakan xerogel silika dari material dasar
TEOS, fasa kristobalit terbentuk pada temperatur
±1470°C[7]. Karena fasa dari material xerogel silika
yang terbentuk adalah amorf, sehingga untuk mengubah
fasa material menjadi kristobalit membutuhkan energi
yang besar.
Gambar 3.2 Pola XRD (a) silika sebelum kalsinasi dan
(b) silika setelah kalsinasi
Prekursor silika hasil dari proses sol gel ini adalah
silika dengan fasa amorf. Hal ini dapat dibuktikan
dengan melihat pola XRD pada Gambar 3.2a. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa susunan atom-atom
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-41
dalam material silika masih acak. Hasil silika kalsinasi
juga dilakukan pengujian XRD Gambar 3.2b dan
diketahui bahwa fasa silika hasil kasinasi juga berupa
amorf.
Tabel 3.1Distribusi ukuran partikel silika
No.
Nama Lapisan
WCA (°)
1
Tanpa lapisan
67,43
2
Tanpa silika
79,18
3
Silika 800°C
96,86
4
Silika 1000°C
90,71
5
Silika 1100°C
80,33
6
Silika 1150°C
92,52
7
Silika 1200°C
90,61
Hasil analisa didapatkan bahwa semua sampel belum
terbentuk fasa kristal. Hal ini dikarenakan kurangnya
waktu tahan pada saat proses kalsinasi. Sesuai dengan
yang dilakukan oleh Hill dan Roy (1958) yang pernah
membuat prekursor SiO
2
dari sumber silika gel dan
didapatkan sampel berfasa kristobalit pada temperatur
~1100°C dengan waktu tahan kalsinasi selama 11 hari
[8]. Dalam penelitian Martinez (2006) sampel dengan
difraksi ±21°2θ menunjukkan struktur amorf seperti fasa
low- cristobalite. Struktur tersebut dapat diindikasikan
sama seperti fasa kristal karena mengacu pada bentuk
kristalnya yaitu berbentuk tetragonal [7].
Tabel 3.2 Hasil pengukuran sudut kontak air (WCA)
pada permukaan
No.
Nama Lapisan
WCA (°)
1
Tanpa lapisan
67,43
2
Tanpa silika
79,18
3
Silika 800°C
96,86
4
Silika 1000°C
90,71
5
Silika 1100°C
80,33
6
Silika 1150°C
92,52
7
Silika 1200°C
90,61
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel silika
dapat dilihat pada Tabel 3.1. Dari tabel tersebut dapat
diketahui bahwa dari temperatur 800°C sampai 1100°C
terjadi peningkatan distribusi ukuran partikel untuk
temperatur
yang
semakin
tinggi.
Namun,
pada
temperatur 1100°C terjadi anomali yang ditandai dengan
peningkatan distribusi ukuran partikel yang ekstrim
dibandingkan dengan peningkatan pada temperatur yang
lain.
Sifat hidrofobik suatu permukaan dapat dilihat dari
parameter pengujian sudut kontak air. Hasil pengukuran
WCA dapat dilihat pada tabel 3.2. WCA permukaan
tanpa lapisan dan permukaan lapisan tanpa silika
membentuk sudut kurang dari 90° yang dianalisis bahwa
permukaan plat alumunium dan permukaan lapisan tanpa
silika atau lapisan hanya dari cat dan thinner
menghasilkan permukaan yang bersifat hidrofilik
(terbasahi). Sedangkan hasil WCA lapisan dengan silika
kalsinasi memiliki rata-rata permukaan yang bersifat
hidrofobik (anti air). Namun, untuk permukaan silika
kalsinasi temperatur 1100°C menghasilkan WCA <90°.
Pada permukaan dengan lapisan silika kalsinasi 1100°C
yang besifat hidrofilik tersebut terjadi karena ukuran
distribusi pertikelnya hampir mendekati 1 µm. Kekasaran
permukaan terbentuk dari partikel silika yang menjadi
filler dari lapisan. Dengan ukuran partikel yang besar
maka akan memperkecil luas permukaan spesifik (luas
permukaan per satuan massa). Kekasaran yang sedikit ini
yang akan menghasilkan interaksi yang besar terhadap
air. Sehingga permukaan akan cenderung terbasahi
karena air tidak dalam keadaan setimbang.
Pada Gambar 4.9 terlihat morfologi hasil pengujian
SEM pada permukaan dengan filler silika kalsinasi
800°C, dimana pada gambar tersebut terlihat kekasaran
yang dibentuk oleh silika yang ditunjukkan pada gambar
yang berwarna putih. Gambar warna hitam menunjukkan
matriks pada permukaan. Dari gambar hasil SEM dapat
dibandingkan antara permukaan dengan filler silika hasil
kalsinasi 800°C dengan filler silika kalsinasi 1100°C.
Pada Gambar 4.9 kekasaran lebih tampak dibandingan
dengan kekasaran pada Gambar 4.10. Hal ini dipengaruhi
oleh ukuran partikel pengisi matriks. Dimana ukuran
partikel pada silika kalsinasi 1100°C sebesar 792,7 nm
dan silika kalsinasi 800°C sebesar 534,9 nm.
Gambar 3.4 Hasil SEM permukaan silika kalsinasi (a)
800°C dan (b) 1100°C
Adanya variasi temperatur dalam penelitian ini dapat
diketahui pengaruh distribusi ukuran partikel yang
dihasilkan yaitu semakin tinggi temperatur, maka
semakin besar pula ukuran partikel. Ukuran ditribusi
partikel yang kecil akan memberikan pengaruh pada
kekasaran yang besar. Sehingga akan ada sedikit
interaksi antara padatan dengan cairan dan semakin besar
interaksi antara cairan dengan udara. Hal ini sesuai
dengan model cassie. Pada penelitian ini diketahui
lapisan dengan silika hasil kalsinasi 800°C memiliki
sudut kontak air yang paling tinggi yaitu 96,86°.
IV.
KESIMPULAN
Dari analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa:
1.
Telah berhasil dilakukan sintesis SiO
2
dari TEOS
dengan metode Sol Gel dan didapatkan serbuk SiO
2
.
2.
Lapisan hydrophobic diperoleh dengan menggunakan
spray gun dengan:
-
Fasa filler silika hasil kalsinasi berupa fasa amorf.
B-42
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print)
-
Distribusi ukuran partikel filler silika hasil
kalsinasi temperatur 800, 1000, 1100, 1150, dan
1200 °C berturut-turut sebesar 534,9 nm, 538,3
nm, 792,7 nm, 564,3 nm, dan 680,9 nm.
-
Permukaan dengan sudut kontak air dengan filler
silika hasil kalsinasi temperatur 800, 1000, 1100,
1150, dan 1200 °C berturut-turut sebesar 96,86°,
90,71°, 80,33°, 92,52°, dan 90,61°.
UCAPAN
TERIMA
KASIH
Penulis R. R. mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing Tugas Akhir Dr. M. Zainuru, M. Si yang
telah banyak memberikan pengarahan dalam pembuatan
artikel ini dan teman sekelompok tema tugas akhir
hidrofobik yang telah meluangkan waktu untuk
berdiskusi bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
[1]
B. Bhushan and Y. C. Jung, “Natural and
biomimetic
artificial
surfaces
for
superhydrophobicity, self-cleaning, low adhesion,
and drag reduction,” Prog. Mater. Sci., vol. 56, no.
1, pp. 1–108, 2011.
[2]
S. L. Sanjay, B. G. Annaso, S. M. Chavan, and S. V.
Rajiv, “Recent progress in preparation of
superhydrophobic surfaces: a review,” J. Surf. Eng.
Mater. Adv. Technol., vol. 2012, 2012.
[3]
H. Siregar, Peranan Fisika Pada Disiplin Ilmu
Teknik Kimia. 2009.
[4]
R. Finanti and M. Zainuri, “Pengaruh Jenis Fasa
SiO2 (Amorphous, Quartz, Cristobalite) terhadap
sifat Hydrophobic pada Media Kaca,” J. Sains Dan
Seni ITS, 2016.
[5]
A. M. Buckley and M. Greenblatt, “The sol-gel
preparation of silica gels,” J. Chem. Educ., vol. 71,
no. 7, p. 599, 1994.
[6]
M. Guglielmi, G. Kickelbick, and A. Martucci, Sol-
Gel Nanocomposites. Springer, 2014.
[7]
J. R. Martínez, S. Palomares-Sánchez, G. Ortega-
Zarzosa, F. Ruiz, and Y. Chumakov, “Rietveld
refinement of amorphous SiO2 prepared via sol–gel
method,” Mater. Lett., vol. 60, no. 29–30, pp. 3526–
3529, Dec. 2006.
[8]
V. G. Hill and R. Roy, “Silica structure studies: V,
the variable inversion in cristobalite,” J. Am. Ceram.
Soc., vol. 41, no. 12, pp. 532–537, 1958.
Dostları ilə paylaş: |