Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
58
MEMAHAMI MAKNA MENJADI PRIA METROSEKSUAL
Syifa Triswidiastuty
1
, Yohanis Franz La Kahija
2
*
1,2
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275
Email: syifatris@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penelitian dengan studi fenomenologis ini adalah untuk memahami makna menjadi pria metroseksual.
Pria metroseksual diartikan sebagai pria yang hidup di kota besar, memiliki pendapatan sendiri, peduli terhadap
penampilan maupun kesehatan dirinya dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan tren yang sedang berkembang.
Subjek penelitian ini adalah tiga orang pria yang termasuk dalam kategori pria metroseksual. Profesi ketiga subjek
antara lain sebagai dosen, pelatih sepak bola, dan penyiar radio. Penemuan subjek dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Penggunaan metode yang digunakan dalam menganalisis adalah dengan Interpretative
Phenomenological Analysis (IPA). Pendekatan dengan metode IPA dalam proses analisis membantu peneliti untuk
memahami dan menjelaskan lebih dalam mengenai proses dan penyebab menjadi pria metroseksual berdasarkan
pengalaman yang diceritakan oleh subjek dalam bentuk wawancara dan observasi..Hasil penelitian ini membahas
tentang pengalaman menjadi pria metroseksual. Peneliti menemukan setiap subjek memiliki kesamaan dalam proses
menjadi pria metroseksual antara lain memperhatikan penampilan, membentuk tubuh ideal, dan mengikuti
perkembangan gaya berpakaian. Pengalaman tersebut menjadi kesatuan dalam memahami makna menjadi pria
metroseksual.
Kata Kunci: pria metroseksual, gaya hidup.
Abstract
The purpose of this phenomenological research is to understand the meaning of being a metrosexual man.
Metrosexual man is defined as men who lives in metropolitan city, have their own income, concerned about their
appearance and their health status, and chooses their apparel option based on the developing of fashion trends. The
subjects of this research are included in the category of metrosexual man. The professions of these three subjects are
lecturer, soccer trainer, and broadcaster. Subjects were selected by using purposive sampling technique.
Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) is a method that is used to analyze the data. IPA method in the
analysis process helps researcher to understand and explain more about the process and cause to be a metrosexual
man based on their experiences as told by interviewing the subjects. The result of this research discuss about the
experience of being a metrosexual man. Researcher found that each subject has similarity in the process of being
metrosexual man, which are getting concerned with their appearance and keeping the ideal body shape, and also
following the fashion trend. Those experience form the basis of understanding the meaning of being a metrosexsual
man.
Keywords: metrosexual man, lifestyle
.
PENDAHULUAN
Perkembangan jaman akan mempengaruhi perilaku manusia sehingga menghadirkan sebuah gaya
hidup. Gaya hidup tersebut menjadi sesuatu yang bergerak sehingga mengalami perkembangan
dan dapat berubah seiring perkembangan jaman. Perkembangan yang dimaksud adalah dengan
menyesuaikan gaya berpakaian, model rambut, gadget, tempat hangout terbaru seperti coffee
shop atau cafe, dan lain sebagainya. Tren tersebut tidak hanya berlaku untuk kaum wanita, namun
juga pada kaum pria (Kartajaya, 2006).
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
59
Definisi metroseksual pertama kali dicetuskan oleh Mark Simpson di Majalah Salon edisi Juli
2002. Pria metroseksual adalah sosok dengan penampilan yang terawat meniru dari penampilan
gaya dandan pria di media massa. Pria metroseksual bukanlah pria yang hanya berdandan dalam
penampilan namun juga tipe-tipe pria yang memiliki uang banyak, dengan pola hidup kota-kota
metropolitan yang menyediakan segala hal yang terbaik seperti klub, spa, salon, butik, penata
rambut, restoran, dan toko (Handoko, 2004).
Perawatan wajah dan tubuh sudah tidak menjadi hal yang tabu untuk kaum pria jaman sekarang
karena penampilan adalah salah satu hal penting yang menjadi perhatian banyak pria, bukan
hanya karena keinginan mereka untuk tampil menawan dan percaya diri di depan kaum
perempuan tetapi juga tuntutan dari pekerjaan yang mereka jalani. Banyaknya wanita yang
bekerja membuat para pria berusaha untuk tampil seimbang dengan penampilan wanita yang
secara alami terlihat rapi dan terawat (Swistinawati, 2009).
Subjek penelitian adalah pria metroseksual yang berada di Semarang dengan usia 18-40 tahun
yang memiliki ciri: (1) pria yang berpenampilan trendi dan rapi; (2) melakukan perawatan pada
tubuhnya sehingga terlihat bersih; (3) melakukan olahraga secara teratur untuk menjaga tubuhnya
tetap bugar; dan (4) menggunakan pakaian yang sesuai dengan perkembangan jaman. Pemilihan
pria metroseksual didasarkan pada fenomena yang terjadi akhir-akhir ini yaitu peningkatan
jumlah pria metroseksual di Indonesia dan menunjukkan tren yang meningkat pada tahun-tahun
kedepan (Kartajaya dkk, 2004).
Sedangkan usia pria 18-40 tahun dipilih karena masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun
sampai kira-kira 40 tahun. Pada masa-masa awal dewasa awal merupakan masa yang
menunjukkan perubahan-perubahan dalam penampilan, minat, sikap dan perilaku yang karena
tekanan-tekanan lingkungan tertentu akan menimbulkan masalah-masalah penyesuaian diri yang
harus dihadapi oleh orang dewasa, namun perubahan tersebut akan dibawa sepanjang hidup
(Hurlock, 2002).
Simpson (dalam Adlin, 2006) mendefinisikan metroseksual yaitu pria yang memiliki rasionalitas
sendiri yaitu sifat narsistik yang tinggi sehingga selalu memperhatikan penampilannya dan
memiliki gaya hidup metropolitan serta dapat ditemui di kota-kota metropolitan atau wilayah
urban. Sedangkan Sumardi (dalam Kurniawan, 2009) berpandangan bahwa pria metroseksual
merupakan pria yang selalu mengikuti perkembangan fashion dan selalu menginginkan produk-
produk terbaru serta tergolong liberal dan senang bersosialisasi. Meskipun tergolong pria yang
sangat memanjakan dirinya, pria metroseksual termasuk pria yang menghormati persamaan
gender.
Gaya hidup metroseksual merupakan salah satu akibat dari pengaruh lingkungan. Adanya
keinginan untuk mengutamakan penampilan bagi konsumen pria mendatangkan adanya
kelompok gaya hidup metroseksual. Kunto dan Khoe (2007) menyatakan bahwa adanya
perkembangan jaman membuat tuntutan untuk memiliki penampilan yang menarik tidak hanya
didominasi oleh kaum wanita saja, tetapi juga pria. Hal ini menyebabkan adanya kebutuhan baru
yang dimiliki oleh kaum pria untuk menunjang penampilan. Pria dengan gaya hidup metroseksual
juga menggunakan jasa yang umumnya digunakan kaum wanita untuk menunjang penampilan
seperti: jasa salon untuk merawat rambut, wajah, kulit, dan bagian tubuh lainnya. Perilaku pria
dengan gaya hidup metroseksual umumnya mengikuti tren penampilan yang terbaru (Khoo dan
Karan, 2007).
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
60
Upaya untuk mengikuti tren yang terbaru dalam penampilan menjadi budaya bagi pria dengan
gaya hidup metroseksual. Pria dengan gaya hidup metroseksual memiliki tingkat pendapatan
yang tinggi, sehingga memiliki daya beli akan produk penunjang penampilan. Pendapatan yang
tinggi membuat pria dengan gaya hidup metroseksual memiliki dana yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sehingga ada kelebihan yang dapat digunakan dalam rangka
membiayai penampilan. Keinginan selalu mengikuti tren yang terbaru membuat pria dengan gaya
hidup metroseksual umumnya memiliki perhatian terhadap tokoh atau selibritis tertentu untuk
menjadi contoh penampilan (Petova, 2012).
Pakaian yang dikenakan membuat pernyataan tentang busana yang digunakan. Individu yang
bertemu dan berinteraksi akan menafsirkan penampilan seperti membuat suatu pesan. Fungsi
komunikasi dari pakaian yang dikenakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana
formal maupun informal (Barnard, 2011). Pakaian menampilkan berbagai fungsi, antara lain
sebagai bentuk komunikasi, pakaian bisa menyampaikan pesan yang bersifat nonverbal,
melindungi dari cuaca buruk atau dalam olahraga tertentu dari kemungkinan cedera juga
mambantu menyembunyikan bagian-bagian tertentu dari tubuh dan pakaian memiliki suatu
fungsi kesopanan (modesty function).
Tujuan penelitian fenomenologis ini adalah untuk memahami makna menjadi pria metroseksual
di kota Semarang. Subjek sebagai sumber penelitian merupakan pria-pria yang termasuk dalam
kategori pria metroseksual. Dalam penelitian ini, pria metroseksual didefinisikan sebagai seorang
pria yang memperhatikan penampilan dan keadaan fisiknya dengan merawat dirinya sehingga
selalu tampil percaya diri.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa memperkaya ilmu pengetahuan
terutama di bidang psikologi sosial dan psikologi klinis, yaitu berupa perkembangan tren yang
sedang meluas tentang gaya hidup metroseksual baik dari segi kesehatan dan sosial di masyarakat
khususnya kota-kota besar.
Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan pandangan dan informasi secara jelas bagi para
pembaca mengenai gambaran proses menjadi pria metroseksual dan kehidupan di era modern
sebagai pria metroseksual.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian adalah pendekatan fenomenologis. Secara
sederhana, fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan
bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual
yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu (Herdiansyah, 2012). Peneliti dalam pandangan
fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang
biasa dalam situasi-situasi tertentu. Dalam fenomenologis yang ditekankan adalah aspek subjektif
dari perilaku orang. (Moleong, 2002). Penelitian fenomenologi merupakan suatu upaya untuk
mendapatkan secara rinci bagaimana fenomena yang dialami oleh berbagai pengalaman yang
muncul di setiap kehidupan. Studi fenomenologis ini secara khusus menerapkan Interpretative
Phenomenological Analysis (IPA). Pendekatan IPA memiliki tujuan untuk mengetahui
pemaknaan subjek terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya (Smith, 2009).
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
61
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan melakukan proses wawancara dengan subjek
penelitian. Pertanyaan wawancara yang diajukan pada setiap subjek terdiri dari 10 pertanyaan.
Peneliti memilih metode wawancara semi-terstruktur disebabkan jawaban yang diberikan subjek
telah meliputi jawaban dari pertanyaan wawancara lain yang terkait. Sebelum wawancara
dilaksanakan, peneliti memberikan gambaran penelitian yang akan dilakukan, termasuk tujuan,
manfaat penelitian, dan gambaran proses wawancara. Semua nama subjek yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan inisial dari nama asli subjek untuk menjaga kerahasian data.
Tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain; membaca transkrip hasil
wawancara berulang kali, melakukan pencatatan awal (initial noting), mengembangkan tema
emergen (emergent themes), mengembangkan tema super-ordinat, beralih ke transkrip subjek
berikutnya, menemukan pola antarsubjek, serta mendeskripsikan tema induk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat beberapa tahap analisis yang dilakukan oleh peneliti untuk dapat memahami pokok
pengalaman subjek terkait dengan pengalaman menjadi pria metroseksual di kota Semarang.
Interpretasi merupakan dasar dari seluruh proses analisis yang dilakukan oleh peneliti yang
menggunakan metode IPA (Smith, 2009). Peneliti berusaha menemukan tema-tema induk
(master theme) untuk dapat memahami pengalaman subjek. Peneliti memperoleh tema induk
yang terdiri dari dua sampai tiga tema super-ordinat. Berikut merupakan tabel yang memuat tema
induk mencakup tema-tema super-ordinat di dalamnya:
Tabel I
Tema Induk, Super-ordinat dan Tema Individual
Tema Induk
Tema Super-ordinat
Motivasi menjadi pria metroseksual
1.
Pengakuan lingkungan kerja
2.
Keinginan memperoleh pasangan
Keputusan menjadi pria metroseksual
1.
Identitas
diri
sebagai
pria
metroseksual
2.
Identifikasi tokoh idola
Pembentukan kepercayaan diri pria
metroseksual
1.
Kebutuhan untuk merawat diri
2.
Mengikuti tren fashion yang
sedang berkembang
3.
Berolahraga sebagai pembentuk
body image
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
62
Peneliti menemukan fokus utama dalam upaya menjadi pria metroseksual adalah adanya motivasi
yang mendorong pria menjadi metroseksual, keputusan menjadi pria metroseksual, dan
pembentukan kepercayaan diri. Serta tema individual yang hanya ditemukan pada satu subjek
saja karena tidak terdapat pada subjek lainnya yaitu pengaruh ibu dalam merawat diri dan
pembentukan citra diri sebagai nilai jual.
Motivasi pendorong pria menjadi metroseksual yang ditemukan oleh peneliti adalah keinginan
mendapatkan pengakuan dari lingkungan kerja dan memperoleh pasangan. Pengakuan dari
lingkungan kerja yang dimaksud adalah bentuk kekaguman dari rekan-rekan kerja terhadap
dirinya. Sedangkan keinginan memperoleh pasangan diharapkan dapat terwujud setelah
mengubah penampilan menjadi metroseksual. Pembentukan kepercayaan diri dilakukan dengan
cara merawat diri sebagai kebutuhan yang harus selalu diperhatikan untuk menjaga kebersihan
tubuh dan penampilan terlihat menarik. Mengikuti perkembangan tren fashion terkini sehingga
selalu menampilkan sesuatu yang baru di setiap kesempatan, serta berolahraga untuk
menciptakan tubuh ideal yang dapat menciptakan body image positif.
Keinginan menjadi pria metroseksual didasari oleh adanya motivasi untuk terlihat berbeda
dibandingkan dengan pria-pria pada umumnya. Berbagai cara dilakukan untuk mendapat
pengakuan dari lingkungan terdekat, mendapatkan perhatian dari orang lain khususnya lawan
jenis, dan memperoleh kepuasan di bidang pekerjaan. Allport (dalam Feist & Feist, 2011)
berpendapat bahwa kebanyakan orang termotivasi oleh dorongan yang dirasakanya daripada
dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, serta menyadari apa yang mereka lakukan
dan mempunyai pengetahuan atas alasan mengapa mereka melakukannya.
Menjadi metroseksual berarti peduli dengan penampilan diri. Tidak jarang, hal tersebut dapat
menimbulkan ketertarikan dari lawan jenis. Berdasarkan hasil temuan wawancara, peneliti
menemukan bahwa tujuan dari menjaga penampilan adalah untuk mendapatkan perhatian dari
lawan jenis sebagai upaya memperoleh pasangan, salah satu caranya adalah dengan melakukan
olahraga untuk membentuk tubuhnya agar terlihat ideal.
Penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali dilihat oleh orang lain sehingga diperlukan
persiapan khusus bagi subjek untuk tampil di depan publik. Terdapat berbagai macam cara untuk
dapat terlihat percaya diri dengan fisik yang terlihat secara langsung antara lain dengan
melakukan perawatan diri di salon, penggunaan pakaian yang disesuaikan dengan bentuk tubuh
dan warna kulit serta berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh maupun membentuk tubuh
ideal. Menurut Conger dan Petersen (dalam Perdani, 2009) seseorang yang memasuki masa
remaja akan semakin memperhatikan penampilan fisik mereka dan mulai berpikir bagaimana
memperbaiki penampilan fisik agar semakin menarik. Bukan hanya remaja, individu yang
memasuki usia dewasa awal juga selalu memperhatikan penampilan fisik dan berusaha tampil
menarik saat berhadapan dengan orang lain.
Tema Individual
Pengaruh Ibu dalam merawat diri
Pembentukan citra diri sebagai nilai jual
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
63
KESIMPULAN DAN SARAN
Makna menjadi pria metroseksual merupakan bentuk dari era modernisasi di kota sehingga ketiga
subjek merasa perlu mengikuti perkembangan jaman yang serba modern dan mempunyai bagian
dalam pergaulan anak muda saat ini. Pria metroseksual adalah pria yang memiliki kepedulian
terhadap penampilan, senang menjadi pusat perhatian, mengikuti perkembangan fashion dan
berani menampilkan sisi femininnya seperti mengadopsi kebiasaan-kebiasaan wanita dalam
melakukan perawatan tubuh dan wajah. Pria metroseksual adalah kaum laki-laki yang mengikuti
perkembangan dunia fashion terkini dengan pola hidup modern dengan ciri khas menjaga
penampilan diri.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat banyak kekurangan, salah satunya adalah
kurang mendalamnya interview guide yang membahas mengenai pria metroseksual. Sehingga
data yang dikumpulkan kurang memberikan penjelasan secara mendalam mengenai makna
menjadi pria metroseksual. Saran bagi peneliti selanjutnya untuk mempersiapkan interview guide
mencakup seluruh pertanyaan mengenai pria metroseksual dari sudut pandang psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Adlin, Alfathri. (2006). Resistensi gaya hidup : Teori dan realitas. Yogyakarta : Jalasutra.
Barnard, Malcolm. (2011). Fashion sebagai komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra.
Feist, J & Feist, G. J. (2011). Teori kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Handoko, C.T. (2004). Metroseksualitas dalam iklan sebagai wacana gaya hidup postmodern.
Nirmana, Vol 6, No 2, Juli: 132-142.
Herdiansyah, Haris. (2012). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta :
Salemba Humanika.
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Kartajaya, H., Yuswohady, D., Madyani, M., Christynar, & Indrio, B.D (2004). Metrosexual in
venus: pahami perilakunya, bidik hatinya, menangkan pasarnya. Jakarta: PT Ikrar
Mandiriabadi.
Kartajaya, H. (2006). Hermawan kartajaya on marketing mix. Jakarta : PT Mizan Pustaka.
Jurnal Empati, April 2015, Volume 4(2), 58-64
64
Khoo, M., & Karan, K. (2007). Macho or metroseksual: the branding of masculinity in FHM
magazines in Singapura. Journal intercultural communication studies XVI:1.
Kunto, Y.S., & Khoe, I.K. ( 2007). Analisis pasar pelanggan pria produk facial wash di kota
Surabaya. Jurnal manajemen pemasaran, Vol 2, No 1, April: 21-30.
Kurniawan, F.A. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif pria
metroseksual. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.
Moleong, L.J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Perdani, D. P. (2009). Kepuasan body image pada mahasiswa yang menggunakan
body piercing. Jurnal Psikologi Vol 7, No 1.
Petova, S.S. (2012). Perilaku konsumtif terhadap fashion pada pria metroseksual yang
berpenghasilan pas-pasan. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Universitas Gunadarma.
Smith, J.A. (2009). Psikologi kualitatif panduan praktis metode riset. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Swistinawati, I.G. (2009). Kecerdasan emosional pria metroseksual. Skripsi (tidak diterbitkan).
Jakarta : Universitas Gunadarma.
Dostları ilə paylaş: |